Rabu, 01 Juni 2016

Manajemen Mutu



 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxxcO5NOCXsuq9juhNMCZSCczCMCbZX4OyBVetM7a5n5xJrmTAZR2Zzi0g9GnwJycgg2hJpj4MVmJIwjFfGHUOBs6jpCdxRf1_1URuHWiSf2F9c2IdxX9vLLDiTFVvcqTtrWTny-I8oNU/s400/pdca.png

A.      Pengertian Manajemen Mutu
Mutu atau quality sesungguhnya merupakan sebuah konsep yang kontradiktif sebab di satu sisi mutu dapat diartikan sebagai konsep relatif (Sallis, 1993: 22-23). Sebagai konsep absolut, mutu dipahami sebagai dasar penilaian untuk kebaikan, keantikan dan kebenaran yang memungkinkan standar tinggi dan tidak dapat diungguli. Dalam pemahaman seperti ini, produk-produk dianggap bermutu bila produk tersebut dibuat dengan sempurna dan tidak menghemat biaya.
Mutu sebagai konsep relatif dipahami sebagai sebuah atribut produk atau layanan, mutu dapat dinilai terus kelanjutannya. Mutu merupakan produk kontekstual; yaitu apa yang dianggap bermutu saat ini kemungkinan bukan suatu yang dianggap bermutu besok, sehingga mutu pada dasarnya adalah subyektif dan dinamis. Mutu dalam konsep relatif merupakan sebuah proses yang mengarah pada dua aspek, yaitu; tindakan spesifikasi dan mencari pelanggan yang membutuhkan. Aspek pertama, dinamakan juga sebagai fitness for purpose or use.
Secara terminologis, mutu telah didefinisikan secara beragam, Edwards Deming mendefinisikan mutu sebagai “a predictive degree of uniformity and dependability at a low cost, suited to the market”. Dari definisi ini Deming kemudian menjabarkan mutu menurut konteks, persepsi customer, dan kebutuhan serta kemauan customer.
Selain Deming, Joseph M. Juran mendefinisikan mutu sebagai “fitness for use, as judged by the user”. Kemudian Philip B. Crossby mengatakan “conformance to requirements” (Soewarso, 2002: 49). ISO 8402 mendefinisikan mutu sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Mutu seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements) (Gaspersz, 2001: 5). Mutu juga sering diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus menerus sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality=Meets Agreed Terms and Changes).
Dengan pengertian mutu tersebut, maka manajemen mutu (Quality Management) berarti sebagai keseluruhan metode untuk mengatur mutu dalam suatu organisasi yang meliputi produk, jasa, kinerja, proses dan sumber daya manusia. Manajemen mutu menggabungkan trilogi mutu yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan perbaikan mutu (Miranda dkk, 2003: 157). Ketiga mutu tersebut dilaksanakan secara bersama-sama dalam kerja tim untuk mensukseskan program perbaikan mutu.[1]

B.     Pengertian MPMBS
Manajemen Peningkatan Mutu Basis Sekolah atau MPMBS adalah sebutan atau nama lain dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pengelolaan pendidikan, khususnya di Indonesia, yang memberikan otonomi luas kepada lembaga sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional (Mulyasa, 2002:24). Untuk Indonesia, model baru pengelolaan sekolah ini diterapkan pada tahun 1999 di sejumlah sekolah dan madrasah rintisan dengan sebutan MPMBS. Sedangkan untuk negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Australia model pengelolaan ini sudah disosialisasikan dan diterapkan sekitar tahun 1980-an (Syafaruddin, 1993: 17).
Dalam konteks ini, MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga negara sekolah (guru, siswa, kepala sekolah dan karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha dan sebagainya) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang – undangan yang berlaku.
MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas, efisiensi, inovasi, relevansi dan pemerataan serta akses pendidikan) maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional saat ini sangat memprihatinkan sehingga memerlukan perhatian.

C.     Unsur – Unsur MPMBS
Unsur – unsur MPMBS ada tiga yaitu :
1.    Output yang diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik dan output berupa non akademik. Output akademi, misalnya NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba ( bahasa Inggris, matematika dan lain – lain ), cara berpikir ( kritis, kreatif, nalar,  rasional, deduktif, induktif dan ilmiah ). Output berupa non akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri kejujuran, kerja sama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan.
2.    Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut :
a.    Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivits proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi, ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar mememorisasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada penguasaan  pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos) akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
b.    Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MPMBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, mengerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
c.    Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali.
d.    Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah mmerupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mempu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e.    Sekolah memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut; 1) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; 2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; 3) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); 4) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; 5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaan; 6) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; 6) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan 7) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
f.      Sekolah memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
g.    Sekolah memiliki Kewenangan (Kemandirian)
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik baik sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mendiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.    Partisipasi yang Tinggi dari Warga dan Msyarakat
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat prestasi, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
i.      Sekolah memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS, keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai alat kontrol.
j.      Sekolah memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k.    Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus-menerus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.      Sekolah Responsi dan Antisipasi Terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
m.  Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baikterutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah di patok. Selain itu komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.


[1] Dr. Ara Hidayat, M.Pd & Dr. Imam Machali, M.Pd, Pengelolaan Pendidikan konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hlm. 282-283.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar