A.
Pengertian
Manajemen Mutu
Mutu atau quality sesungguhnya merupakan sebuah konsep yang kontradiktif
sebab di satu sisi mutu dapat diartikan sebagai konsep relatif (Sallis, 1993:
22-23). Sebagai konsep absolut, mutu dipahami sebagai dasar penilaian untuk
kebaikan, keantikan dan kebenaran yang memungkinkan standar tinggi dan tidak
dapat diungguli. Dalam pemahaman seperti ini, produk-produk dianggap bermutu
bila produk tersebut dibuat dengan sempurna dan tidak menghemat biaya.
Mutu sebagai konsep relatif
dipahami sebagai sebuah atribut produk atau layanan, mutu dapat dinilai terus
kelanjutannya. Mutu merupakan produk kontekstual; yaitu apa yang dianggap
bermutu saat ini kemungkinan bukan suatu yang dianggap bermutu besok, sehingga
mutu pada dasarnya adalah subyektif dan dinamis. Mutu dalam konsep relatif
merupakan sebuah proses yang mengarah pada dua aspek, yaitu; tindakan spesifikasi dan mencari pelanggan yang
membutuhkan. Aspek pertama, dinamakan juga sebagai fitness for purpose or use.
Secara terminologis, mutu telah
didefinisikan secara beragam, Edwards Deming mendefinisikan mutu sebagai “a predictive degree of uniformity and
dependability at a low cost, suited to the market”. Dari definisi ini
Deming kemudian menjabarkan mutu menurut konteks,
persepsi customer, dan kebutuhan
serta kemauan customer.
Selain Deming, Joseph M. Juran
mendefinisikan mutu sebagai “fitness for
use, as judged by the user”. Kemudian Philip B. Crossby mengatakan “conformance to requirements” (Soewarso,
2002: 49). ISO 8402 mendefinisikan
mutu sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan.
Mutu seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau
persyaratan (conformance to the requirements)
(Gaspersz, 2001: 5). Mutu juga sering diartikan sebagai segala sesuatu yang
menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus
menerus sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality=Meets
Agreed Terms and Changes).
Dengan pengertian mutu tersebut,
maka manajemen mutu (Quality Management)
berarti sebagai keseluruhan metode untuk mengatur mutu dalam suatu organisasi
yang meliputi produk, jasa, kinerja, proses dan sumber daya manusia. Manajemen
mutu menggabungkan trilogi mutu yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan
perbaikan mutu (Miranda dkk, 2003: 157). Ketiga mutu tersebut dilaksanakan
secara bersama-sama dalam kerja tim untuk mensukseskan program perbaikan mutu.[1]
B.
Pengertian
MPMBS
Manajemen Peningkatan Mutu Basis
Sekolah atau MPMBS adalah sebutan atau nama lain dari Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS). Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “School Based Management”. Istilah ini
pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan
relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru pengelolaan pendidikan, khususnya di Indonesia, yang
memberikan otonomi luas kepada lembaga sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional (Mulyasa, 2002:24). Untuk Indonesia,
model baru pengelolaan sekolah ini diterapkan pada tahun 1999 di sejumlah
sekolah dan madrasah rintisan dengan sebutan MPMBS. Sedangkan untuk
negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Australia model pengelolaan
ini sudah disosialisasikan dan diterapkan sekitar tahun 1980-an (Syafaruddin,
1993: 17).
Dalam konteks ini, MPMBS dapat
didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga negara sekolah
(guru, siswa, kepala sekolah dan karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa,
tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha dan sebagainya) untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
MPMBS merupakan bagian dari
manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan meningkatkan semua kinerja
sekolah (efektivitas, kualitas, efisiensi, inovasi, relevansi dan pemerataan
serta akses pendidikan) maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Hal
ini didasari oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional saat ini sangat
memprihatinkan sehingga memerlukan perhatian.
C.
Unsur
– Unsur MPMBS
Unsur – unsur MPMBS ada tiga yaitu
:
1.
Output
yang diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang
diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses
pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik dan output
berupa non akademik. Output akademi, misalnya NEM, lomba karya ilmiah remaja,
lomba ( bahasa Inggris, matematika dan lain – lain ), cara berpikir ( kritis,
kreatif, nalar, rasional, deduktif,
induktif dan ilmiah ). Output berupa non akademik, misalnya keingintahuan yang
tinggi, harga diri kejujuran, kerja sama yang baik, rasa kasih sayang yang
tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan,
kerajinan, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan.
2.
Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki
sejumlah karakteristik proses sebagai berikut :
a.
Proses
Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivits
proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi, ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang
menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar mememorisasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada
penguasaan pengetahuan tentang apa yang
diajarkan (logos) akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa
yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati
(ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik
(pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar
menjadi diri sendiri (learning to be).
b.
Kepemimpinan
Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MPMBS, kepala sekolah
memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, mengerakkan, dan menyerasikan
semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan
visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah
dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu
mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya
sekolah, terutama sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
c.
Lingkungan
Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang
aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung
dengan nyaman (enjoyable learning).
Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman,
nyaman tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim
tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali.
d.
Pengelolaan
Tenaga Kependidikan yang efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa
dari sekolah. Sekolah hanyalah mmerupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MPMBS
menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan,
mulai dari kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan
kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang
kepala sekolah. Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus
dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian pesat. Pendeknya tenaga kependidikan yang diperlukan untuk
menyukseskan MPMBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi,
selalu mempu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e.
Sekolah
memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga
sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya
mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut; 1) informasi kualitas harus
digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; 2)
kewenangan harus sebatas tanggung jawab; 3) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); 4) kolaborasi dan sinergi, bukan
kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; 5) warga sekolah merasa aman
terhadap pekerjaan; 6) atmosfir keadilan (fairness)
harus ditanamkan; 6) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan 7)
warga sekolah merasa memiliki sekolah.
f.
Sekolah
memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang
dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga
sekolah, bukan hasil individual. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam
sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup
sehari-hari warga sekolah.
g.
Sekolah
memiliki Kewenangan (Kemandirian)
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang
terbaik baik sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi
mendiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan
tugasnya.
h.
Partisipasi
yang Tinggi dari Warga dan Msyarakat
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik
bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat prestasi, makin
besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin
besar pula tingkat dedikasinya.
i.
Sekolah
memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah
merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS, keterbukaan/transparansi
ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai alat kontrol.
j.
Sekolah
memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan
bagi semua warga sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun
psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih
baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k.
Sekolah
Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya
ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik,
tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar
tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di
sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka
meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara
terus-menerus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan.
Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada.
Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab,
prosedur, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.
Sekolah
Responsi dan Antisipasi Terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai
aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca
lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak
hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu
mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah
padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
m. Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi
yang baikterutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat sehingga
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat
diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat
diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah di patok.
Selain itu komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan
sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.
[1] Dr. Ara
Hidayat, M.Pd & Dr. Imam Machali, M.Pd, Pengelolaan
Pendidikan konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah,
(Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hlm. 282-283.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar