BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Semua makhluk yang diciptakan Allah SWT dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu yang ghaib dan yang nyata. Contoh makhluk yang
nyata diantaranya manusia dan hewan sedangkan contoh makhluk yang ghaib
diantaranya malaikat dan jin. Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain
untuk beribadah kepada-Nya.
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul sebagai
pembawa risalah dan sebagai penerang serta washilah untuk menunjukan manusia
kepada jalan yang lurus, jalan yang diridhoi dan jalan yang akan menyelamatkan
manusia dalam setiap dimensi kehidupan, tidak hanya duniawi yang dikejar akan
tetapi keabadian akhirat sebagai tujuan utama dalam mengarungi kehidupan ini.
Allah menurunkan Kitab-Kitab kepada para Nabi
dan Rasul-Nya sebagai bukti atas kebesaran-Nya dan juga sebagai ujian bagi
manusia, apakah manusia akan beriman pada kitab-kitab tersebut ataukan ia akan
menjadi golongan pembangkang yang mendapatkan murka Allah SWT.
Pada ayat-ayat berikut penulis akan mencoba memaparkan
beberapa penafsiran tentang ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang
mengandung pelajaran dan kabar tentang yang ghaib dan tentang
risalah.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana tafsir Qur’an Surat Shaad ayat 71-88
?
2. Bagaimana tafsir Qur’an Surat Al Kahfi ayat
50-51 ?
3. Bagaimana tafsir Qur’an Surat An Nahl ayat 36 ?
4. Bagaimana tafsir Qur’an Surat Al Baqarah ayat 213 ?
5. Bagaiaman tafsir Qur’an Surat Al Hadid ayat 27 ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tafsir Qur’an Surat Shaad ayat
71-88.
2. Untuk mengetahui tafsir Qur’an Surat Al Kahfi
ayat 50-51.
3. Untuk mengetahui tafsir Qur’an Surat An-Nahl
ayat 36.
4. Untuk mengetahui tafsir Qur’an Surat Al Baqarah ayat 213.
5. Untuk mengetahui tafsir Qur’an Surat Al Hadid ayat 27.
BAB II
PEMBAHASAN
A. AYAT-AYAT TENTANG YANG GHAIB
1.
Tafsir Qur’an Surat Shaad (38):
71-88
71. (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah."
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya
dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya."
73.
Lalu seluruh malaikat-malaikat itu
bersujud semuanya,
74. kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan
adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.
75. Allah berfirman: "Hai iblis, apakah
yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua
tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk
orang-orang yang (lebih) tinggi?."
76. Iblis berkata: "Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah."
77. Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu
dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,
78. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai
hari pembalasan."
79. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri
tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan."
80. Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang diberi tangguh,
81. sampai kepada hari yang telah ditentukan
waktunya (hari Kiamat)."
82. Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau
aku akan menyesatkan mereka semuanya,
83.
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di
antara mereka.
84. Allah berfirman: "Maka yang benar
(adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan."
85. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan
dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.
Tafsir
Ayat
Kisah ini telah disebutkan oleh
Allah Tabaaraka wa Ta’ala di dalam
surat Al-Baqarah, awal surat Al-A’raaf, surat Al-Hijr, Al-Kahfi dan ayat ini.
Syaitan meminta penundaan hingga hari kebangkitan, lalu Allah Yang Maha
Penyabar yang tidak menyegerakan siksa-Nya kepada orang yang berbuat maksiat
kepada-Nya mengizinkan penundaan tersebut. Maka, ketika dia merasa aman dari
kebinasaan hingga hari Kiamat, dia pun membangkang dan melampaui batas, serta
berkata:
“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlash di antara mereka.” Mereka itulah yang dikecualikan
dalam ayat lain, yaitu dalam firman Allah SWT:
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan
cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga.” (QS. Al-Israa’:65)
Firman Allah Ta’ala:
“Allah berfirman: ‘Maka, yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya
kebenaran itulah yang Aku katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi Neraka
Jahannam dengan jenismu dan dengan orang-orang yang mengikutimu di antara
mereka semuanya.’” Sekelompok ahli tafsir, di antaranya Mujahid, membaca
ayat ini dengan me-rafa’-kan (membaca
dengan dhammah) “alhaqqu” yang
pertama. Dan Mujahid menafsirkannya, bahwa maknanya yaitu: “Aku-lah Yang Maha
Benar dan hanya kebenaran itulah yang aku katakan.” Dan menurut salah satu
riwayat lagi darinya: “kebenaran itu adalah dari-Ku dan Aku mengatakan
kebenaran.” Sedangkan ulama lain membacanya dengan nashab (fat-hah) “alhaqqu”. As-Suddi berkata: “Yaitu,
sumpah yang dilakukan oleh Allah.”
86. Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak
meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk
orang-orang yang mengada-adakan.
87. Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan
bagi semesta alam.
88. Dan
sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah
beberapa waktu lagi.
|
Tafsir
Ayat
Allah
Ta’ala berfirman: “katakanlah hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu,
‘Aku tidak meminta upah kepada kalian (yang kalian berikan) berupa harta
benda dunia atas penyampaian risalah dan nasihat ini.’”
“Dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mengada-adakan.” Artinya, aku tidak menghendaki dan tidak menginginkan
kelebihan atas risalah yang disampaikan oleh Allah Ta’ala kepadaku, bahkan
aku tunaikan apa yang diperintahkan-Nya kepadaku, aku tidak tambah dan
kurangi, aku hanya mengharap wajah Allah SWT dan negeri akhirat.
Sufyan
ats-Tsauri berkata dari al-A’masy dan Mansur, dari Abudh Dhuha, bahwa masruq
berkata: “Kami mendatangi ‘Abdullah bin Mas’ud ra, lalu dia berkata: ‘Wahai
sekalian manusia, barang siapa mengetahui sesuatu, maka hendaklah ia
mengatakannya. Dan barang siapa tidak mengetahuinya, maka katakanlah: ‘“allahua’lam” (Allah lebih
mengetahui).’ Karena sesungguhnya termasuk bagian dari sebuah ilmu bahwa
seseorang mengatakan ‘“allahua’lam”
(Allah lebih mengetahui)’ apa yang tidak diketahuinya.” Sesungguhnya Allah
SWT berfirman kepada Nabi kalian SAW:
“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Aku tidak
meminta upah sedikit pun kepadamu atas dakwahku, dan bukanlah aku termasuk
orang-orang yang mengada-adakan.” Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya
dari hadits al-A’masy.
Firman
Allah Tabaaraka wa Ta’ala:
“Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah
peringatan bagi semesta alam.” Yakni, Al-Qur’an ini adalah peringatan
bagi seluruh mukallaf (siapa yang
menerima beban syari’at) di antara manusia dan jin. Itulah yang dikatakan
oleh Ibnu ‘Abbas RA. Ayat ini seperti firman Allah Ta’ala:
“Supaya dengannya aku memberi peringatan
kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai (kepadanya) al-Qur’an.” (QS.
Al-An’aam: 19)
Firman
Allah SWT:
“Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui
(kebenaran) berita al-Qur’an.” Yaitu, berita dan kebenarannya.
“Setelah beberapa waktu lagi.” Yaitu,
dalam waktu dekat. Qatadah berkata: “setelah kematian.” ‘Ikrimah berkata:
“Yaitu pada hari Kiamat.” Kedua pendapat ini tidak saling bertentangan,
karena orang yang wafat (berarti dia) telah masuk pada hukum Kiamat. Qatadah
berkata tentang firman Allah SWT:
“Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui
(kebenaran berita al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi,” al-Hasan
berkata: “Hai anak Adam! Ketika mati, akan datang kepadamu berita yang
meyakinkan.”[1]
2. Tafsir Qur’an Surat Al-Kahfi (18): 50-51
|
Artinya:
|
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada
para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali
Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain
daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai
pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.”
Tafsir Ayat
Allah SWT berfirman seraya
mengingatkan anak cucu Adam akan permusuhan Iblis terhadap mereka dan juga
terhadap bapak mereka. Dan Dia juga sangat mengecam orang-orang yang
mengikutinya, menentang Pencipta dan Pelindungnya, padahal Dialah yang mencipta
dan memulai kejadiannya. Dengan kelembutan-Nya, Dia memberi rizki dan makan.
Kemudian setelah itu semua, iblis justru berpaling dan memusuhi Allah Ta’ala.
Di mana Dia berfirman:
” Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,” yakni,
kepada seluruh Malaikat, sebagaimana yang telah dikemukakan pembahasannya di
awal surat Al Baqarah.
“Sujudlah
kamu kepada Adam.” Yakni, sujud penghormatan, pemuliaan dan pengagungan.
Dan firman-Nya:
“Maka
sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin.” Maksudnya,
kecuali Iblis yang mengkhianati. Asalnya Iblis diciptakan dari nyala api,
sedangkan Malaikat dari cahaya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Shahih Muslim, dari ‘Aisyah RA, dari
Rasulullah SAW, beliau bersabda “Para Malaikat
itu diciptakan dari nur, dan Iblis diciptakan dari nyala api, sedangkan Adam
diciptakan seperti yang telah disifatkan kepada mereka”
Maka pada saat diperlukan, setiap
wadah akan menumpahkan isinya dan Iblis dikhianati oleh tabi’atnya. Karena itu,
Iblis bercirikan perilaku Malaikat dan menyerupai mereka dalam beribadah dan
dalam melakukan kewajiban. Karena itu, Iblis termasuk dalam apa yang diserukan
kepada Malaikat dan Iblis bermaksiat karena menyalahi urusan itu.
Pada ayat ini Allah SWT
mengingatkan bahwa Iblis itu termasuk dalam golongan jin karena ia diciptakan
dari api, sebagaimana yang Dia firmankan berikut ini:
“Aku
lebih baik darinya. Engkau ciptakan aku dari api sedangkan Engkau ciptakan Adam
dari tanah.” (QS. Al A’raaf: 12)
Al-hasan Al-Bashri mengemukakan,
Iblis itu bukan dari golongan Malaikat sama sekali, sesungguhnya ia berasal
dari golongan jin, sebagaimana Adam AS adalah asal mula manusia. Demikian yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan isnad
yang shahih.
Mengenai firman-Nya:
“Dia
adalah dari golongan jin,” Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yakni dari
pembendaharaan Jannah, sebagaimana
seseorang disebut Makki (dari Makkah)
dan Madani (dari Madinah).”
Firman-Nya:
“Maka ia
mendurhakai perintah Rabb-nya.” Artinya, ia keluar dari ketaatan kepada Allah
SWT, karena “fis’qu” berarti keluar.
Dikatakan, “fasaqatirruthabatu”
(kurma itu berjatuhan) jika ia telah keluar dari tangkainya, atau “fasaqatifa’rotuminjuhrihaa” (tikus itu
keluar dari lobangnya), jika ia memang keluarnya untuk melakukan kerusakan.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman
seraya mengecam dan mencela orang-orang yang mengikuti Iblis dan mentaatinya:
“Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain
dari-Ku.” Yakni, sebagai pengganti diri-Ku. Oleh karena itu, Dia pun
berfirman:
“Sangat
buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zhalim,”
Artinya:
“
Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan
anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula)
penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang
menyesatkan itu sebagai penolong.”
Tafsir Ayat
Allah SWT
berfirman, Aku sendiri yang lebih dulu menciptakan segala sesuatu, mengatur,
dan menentukannya, tidak ada sekutu bersama-Ku, tidak ada juga pembantu,
penasihat, maupun tandingan. Oleh karena itu, Dia berfirman:
“Dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai
penolong.” Malik menyebutkan:”Yakni, para pembantu.”[2]
B.
AYAT-AYAT TENTANG RISALAH
1.
Tafsir Qur’an Surat Al Nahl (16): 36
Artinya:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826]
itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826].
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Tafsir Ayat
Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu
diutus sesuai dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu
adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu
diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka
kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang
yang bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda
kemaksiatan tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu.
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus
beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia
mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia
hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT yang
tidak mempunyai serikat dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh
mengikuti tipu daya setan yang selalu menghalang-halangi manusia mengikuti
jalan yang benar. Setan-setan itu selalu mencari-cari kesempatan untuk
menyesatkan manusia. [3]
Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan Kami
tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Q.S Al Anbiya': 25)
Dan firman Nya lagi yang artinya: Dan
tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu:
"Adakah Kami menentukan Tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha
Pemurah?". (Q.S Az Zukhruf: 45)
Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa
secara yuridis Allah tidak menghendaki hamba Nya menjadi kafir, karena Allah
SWT telah melarang mereka itu mengingkari Allah. Larangan itu telah disampaikan
melalui Rasul-Nya. Akan tetapi apabila ditinjau dari tabiatnya, maka di antara
hamba Nya mungkin saja mengingkari Allah, karena manusia telah diberi pikiran
dan diberi kebebasan memilih sesuai dengan kehendaknya. Maka takdir Allah
berlaku menurut pilihan mereka itu. Maka apabila ada di antara hamba Nya yang
tetap bergelimang dalam kekafiran dan dimasukkan ke neraka Jahanam bersama sama
dengan setan-setan mereka, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah,
karena Allah telah cukup memberikan akal pikiran serta memberikan pula
kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap jalan mana yang harus mereka
tempuh. Sedang Allah sendiri tidak menghendaki apabila hamba Nya itu menjadi
orang-orang yang kafir.
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Allah
telah memperingatkan sikap hamba Nya yang mendustakan kebenaran Rasul. Dengan
mengancam mereka akan memberikan hukuman di dunia apabila setelah datang
peringatan dari Rasul, mereka tidak mau mengubah pendiriannya. Allah SWT
menjelaskan bahwa setelah mereka kedatangan Rasul ada yang diberi petunjuk oleh
Allah dan diberi taufik karena mereka telah mempercayai Rasul, menerima
petunjuk-petunjuk yang dibawanya serta suka mengamalkan petunjuk-petunjuk itu.
Mereka inilah orang-orang yang berbahagia dan selamat dari siksaan Allah. Akan
tetapi di antara mereka ada pula yang benar-benar menyimpang tidak mau
mengikuti petunjuk Rasul Nya, dan mengikuti tipu daya setan-setan, maka Allah
membinasakan mereka dengan hukuman Nya yang sangat pedih. Dan Allah menurunkan
pula berbagai macam bencana yang tidak dapat mereka hindari lagi.
Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada
mereka agar berkelana di muka bumi serta menyaksikan negeri-negeri yang didiami
oleh orang-orang zalim. Kemudian mereka disuruh melihat bagaimana akhir
kehidupan orang-orang yang mendustakan agama Allah. Di dalam ayat ini Allah SWT
menyuruh manusia agar mengadakan penelitian terhadap sejarah bangsa yang lain
dan membandingkan di antara bangsa-bangsa yang menaati Rasul dengan
bangsa-bangsa yang mengingkari seruan Rasul agar mereka dapat membuktikan bagaimana
akibat dari bangsa-bangsa itu. Hal ini tiada lain hanyalah karena Allah
menginginkan agar mereka itu mau mengikuti seruan Rasul dan melaksanakan
seruannya.[4]
2.
Tafsir Qur’an Surat Al Baqarah (2):
213
Artinya:
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah
timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah
berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Tafsir Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas, ia mengatakan: “Antara Nuh dan Adam itu berselang sepuluh generasi,
semuanya berpegang pada syari’at Allah SWT. Kemudian terjadilah perselisihan
diantara mereka, lalu Allah Ta’ala mengutus para Nabi yang menyampaikan kabar
gembira dan memberi peringatan.”
Sehubungan dengan firman Allah SWT:
“Manusia itu adalah umat yang satu, ”
‘Abdurrazzaq berkata, Mu’ammar memberitahukan kami dari Qatadah, ia
mengemukakan: “Mereka semua dalam petunjuk, kemudian mereka pun berselisih,
‘Maka
Allah mengutus para Nabi,’ Nabi yang pertama kali diutus adalah Nuh AS.
Hal ini senada juga dikemukakan
oleh Mujahid, sebagaimana yang dikatakan Ibnu ‘Abbas diatas.
Masih mengenai firman Allah Ta’ala:
“Manusia itu adalah umat yang satu, ”
Al-Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas ia mengatakan “Mereka mati dalam keadaan
kafir.
‘Maka
Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan’”
Pendapat pertama yang bersumber
dari Ibnu ‘Abbas memiliki sanad dan makna yang lebih shahih. Karena ummat
manusia pada saat itu menganut agama yang dibawa Adam AS hingga akhirnya mereka
menyembah berhala, maka Allah SWT mengutus Nuh AS kepada mereka. Ia adalah
Rasul pertama yang diutus ke muka bumi ini, Oleh karena itu Allah SWT
berfirman:
”Dan Allah
menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang
Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu
setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki
antara mereka sendiri.”
Maksudnya, hujjah telah tegak atas
mereka, dan yang mendorong mereka berbuat demikian tidak lain hanyalah
kedengkian diantara mereka.
“Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Mengenai firman Allah SWT
“Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya.” Ibnu Wahab meriwayatkan dari
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, ia mengatakan: Lalu mereka pun
berselisih mengenai hari Jum’at,
maka orang-orang Yahudi menetapkan hari Sabtu dan Nasrani hari Ahad. Kemudian
Allah SWT memberikan petunjuk kepada ummat Muhammad SAW untuk menetapkan hari
Jum’at. Setelah itu mereka berselisih mengenai kiblat, maka orang-orang Nasrani
pun menjadikan Masyriq sebagai kiblat, orang-orang Yahudi memilih Baitul
Maqdis, kemudian Allah SWT memberi petunjuk kepada ummat Muhammad SAW untuk
menjadikan Ka’bah sebagai Kiblat.
Mereka juga berselisih
mengenai shalat. Diantara mereka ada yang hanya mengerjakan ruku’ saja
tanpa sujud, ada juga yang hanya sujud saja tanpa ruku’. Juga ada yang
mengerjakan shalat sambil berbicara, ada yang sambil berjalan. Kemudian Allah
SWT memberikan petunjuk kepada ummat Muhammad SAW mengenai ibadah shalat dengan
cara yang benar.
Selain
itu juga mereka berselisih mengenai
ibadah puasa. Ada diantara mereka yang sedang berpuasa setengah hari saja,
ada yang berpuasa dengan tidak makan sebagaian makanan saja. Kemudian Allah SWT
memberikan petunjuk kepada umat Muhammad SAW mengenai ibadah puasa dengan cara
yang benar.
Mereka
juga berselisih mengenai Ibrahim AS,
orang orang Yahudi mengatakan: “Ibrahim adalah seorang Yahudi.” Sedangkan
orang-orang Nasrani mengatakan :”Ibrahim itu adalah seorang Nasrani.” Padahal
Allah SWT telah menjadikannya seorang hanif (lurus, condong pada kebenaran)
lagi berserah diri kepada Allah SWT. Kemudian Allah SWT memberikan petunjuk
tersebut kepada umat Muhammad SAW mengenai kebenaran tentang diri Ibrahim
tersebut.
Mereka
juga berselisih tentang Isa AS, orang-orang Yahudi mendustakannya dan mereka
menuduh ibunya, Maryam, berbuat zina. Sedangkan orang orang Nasrani
menjadikannya sebagai sesembahan dan anak Tuhan. Padahal Allah SWT telah
menciptakannya dengan kalimat-Nya dan ditiupkan ruh dari-Nya. Kemudian dia
memberikan petunjuk kepada umat Muhammad SAW kebenaran mengenai hal tersebut.
Masih
mengenai firman-Nya:
Rabi bin Anas mengatakan: “Maksudnya ketika
terjadinya perselisihan, mereka masih menganut apa yang dibawa oleh para Rasul
sebelum perselisihan tersebut terjadi. Mereka semua berada dalam tauhid yang
hanya beribadah kepada Allah SWT semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apa pun, mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Jadi mereka
tetap menjalankan perintah yang pertama sebelum terjadi perselisihan, juga
menjauhkan perselisihan. Mereka ini adalah sebagai saksi bagi umat manusia pada
hari Kiamat kelak, saksi bagi kaum Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi
Syu’aib AS, dan keluarga Fir’aun, bahwa para Rasul mereka telah menyampaikan
risalah kepada mereka, tetapi mereka mendustakan para Rasul tersebut. Dan Allah
SWT memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki ke jalan yang
lurus.”
Dan
mengenai ayat ini, Abul ‘Aliyah mengatakan: ”Allah yang mengeluarkan mereka
dari keraguan, kesesatan, dan fitnah.”
Firman-Nya:
“Dengan
kehendak-Nya.” Artinya, sesuai dengan pengetahuan-Nya tentang mereka dan
petunjuk yang diberikan kepada mereka. Demikian dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Firman-Nya
lebih lanjut:
“Dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya.” Diantara
makhluk-Nya:
“Ke
jalan yang lurus” Yakni, Allah SWT mempunyai hikmah dan hujjah yang
sempurna.
Dalam
kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan hadits dari Aisyah ra
bahwa Rasulullah SAW juga bangun malam dan mengerjakan shalat, beliau mengucap:
“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail, dan
Israfil, pencipta langit dan bumi, yang mengetahui semua hal yang ghaib dan
yang nyata, Engkau yang memberikan putusan diantara hamba-hamba-Mu, tentang
perkara ysng mereka perselisihkan. Tunjukkan kepadaku kebenaran dari apa yang
mereka perselisihkan itu dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk
kepada siapa saja yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.”
Dan dalam do’a yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW.
“Ya Allah, perhatikan kepada kami yang benar
itu benar dan karuniakan kepada kami untuk dapat mengikutinya. Dan perlihatkan
kepada kami yang bathil itu adalah batil, dan karuniakanlah kami untuk dapat
menghindarinya. Janganlah Engkau menjadikannya samar dihadapan kami sehingga
kami tersesat. Dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”[5]
3.
Tafsir Qur’an Surat Al Hadid (57):
27
Artinya:
“Kemudian Kami iringi
di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa
putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati
orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka
mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya
kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari
keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang
semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka
pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.”
Tafsir
Ayat
Allah SWT memberitahukan bahwa
sejak mengutus Nuh AS, Dia tidak mengutus setelahnya seorang Rasul dan Nabi pun
melainkan dari keturunannya. Demikian juga dengan Nabi Ibrahim AS, Dia tidak
menurunkan satu Kitab pun dari langit
dan tidak pula mengutus seorang
Rasul serta tidak mewahyukan kepada seorangpun melainkan dia berasal dari
silsilah keturunannya. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat lain:
“Dan
Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya” (QS. AL-Ankabuut: 27)
Bahkan
termasuk Nabi terakhir dari kalangan Bani Israil --‘Isa bin Maryam-- AS yang telah diberi kabar
gembira atas kehadiran Rasul setelahnya, Muhammad SAW. Oleh karena itu, Allah
SWT berfirman:
“Kemudian Kami
iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan
Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil” Yaitu, al-Kitab yang diturunkan
Allah SWT kepadanya.
“Dan
Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya” yakni para Hawariyyun (para pengikut setia)
“Rasa
santun dan kasih sayang” terhadap sesama makhluk.
Dan
firman Allah SWT:
“Dan
mereka mengada-adakan rahbaniyyah.” Yakni, yang dibuat-buat oleh kaum
Nasrani.
” Padahal kami tidak mewajibkannya kepada
mereka.” Maksudnya, sedang Kami sama sekali tidak pernah mensyari’atkan hal
itu bagi mereka, tetapi mereka mengadakan hal seperti itu karena terdorong oleh
diri mereka sendiri.
Sedangkan
firman-Nya lebih lanjut:
“Tetapi
(mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah,”
mengenai hal ini terdapat dua pendapat. Pertama, dengan melakukan hal itu
mereka bertujuan untuk mencari keridhaan Allah. Demikian yang dikatakan oleh
Sa’id bin Jubair dan Qatadah. Dan pendapat kedua menyatakan bahwa artinya, kami
tidak menetapkan hal tersebut bagi mereka, tetapi kami tetapkan hal tersebut
bagi mereka dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT.
Firman-Nya
lebih lanjut:
“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan
yang semestinya.”
Maksudnya, mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah, Allah hinakan mereka dari dua sisi. Pertama,
karena mereka telah berbuat bid’ah dalam menjalankan agama Allah, yaitu
menjalankan sesuatu yang tidak pernah diperintah oleh Allah SWT. Kedua, karena
mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat buat itu dan yang mereka akui
sebagai suatu yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah SWT.
Firman-Nya:
“Maka,
Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya.”
Yakni, mereka yang beriman kepadaku dan membenarkan diriku.
“Dan
banyak diantara mereka orang-orang fasik.” Yaitu, mereka yang mendustakan
dan menentang diriku.
Imam Ahmad meriwayatkan,
Husain--Ibnu Muhammad—memberitahu kami, dari Abu Sa’id al-Khudri ra bahwasannya
ada seorang laki-laki yang mendatanginya seraya berkata: “Berpesanlah
kepadaku.” Maka Abu Sa’id menjawab: “Engkau meminta kepadaku apa yang dahulu
pernah aku pinta kepada Rasulullah SAW. Aku berpesan kepadamu untuk senantiasa
bertakwa kepada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia adalah pokok dari segala
sesuatu. Kemudian engkau juga harus berjihad, karena jihad merupakan rabbaniyah dalam Islam. Hendaklah engkau
berzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an, karena sesungguhnya ia merupakan
ruh dirimu di langit dan ingatanmu di bumi.” Demikianlah yang diriwayatkan Imam
Ahmad. Wallahu a’lam.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada Surat Shaad ayat 71-88 menjelaskan tentang penciptaan Adam ‘alaihis
salam, kesombongan Iblis, peringatan terhadap godaan setan, tugas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menerangkan tentang ancaman bagi orang-orang
kafir. Pada surat Al-Kahfi ayat 50-51 Allah mengingatkan bahwa Iblis adalah
musuh manusia, kita tidak boleh menyekutukan Allah, dan Allah juga
mengingatkan bahwa Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu, mengatur, dan
menentukannya sendiri.
Dalam An-Nahl ayat 36
ini Allah SWT menjelaskan bahwa Rasul itu diutus sesuai Sunatullah yang berlaku
pada umatnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Oleh
sebab itu, manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadah hanya kepada Allah dan tidak boleh mengikuti tipu daya
setan. Kemudian Allah juga menjelaskan bahwa Allah memperingatkan sikap
hamba-Nya yang mendustakan kebenaran Rasul. Dengan mengancam mereka akan
memberikan hukuman di dunia apabila telah datang peringatan dari Rasul. Di
dalam ayat An-Nahl ini Allah juga menyuruh manusia menegakkan penelitian
terhadap sejarah bangsa yang lain dan membandingkan di antara bangsa-bangsa
yang mentaati Rasul dengan bangsa yang mengingkari seruan Rasul sehingga mereka
dapat membuktikan bagaimana akibat dari bangsa-bangsa itu.
Dalam surat Al-baqarah ayat 213
ini Allah SWT menjelaskan bahwa manusia adalah umat yang satu. Bila telah
terjadi suatu penyimpangan pada suatu kaum maka Allah akan mengutus Nabi dan
Rasul untuk meluruskan kembali akidah mereka. Bila terjadi suatu perselisihan
maka Allah akan memberi petunjuk. Dan dalam surat Al-Hadid ayat 27 Allah
menjelaskan bahwa sejak mengutus Nuh AS, Dia tidak mengutus setelahnya
seorang Rasul dan Nabi pun melainkan dari keturunannya. Dalam ayat ini Allah
juga menjelaskan bahwa kaum Nasrani telah berbuat bid’ah dalam menjalankan
agama Allah, yaitu menjalankan sesuatu yang tidak pernah diperintah oleh Allah
SWT. Dan mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dan yang mereka
akui sebagai suatu yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Quthb,
Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zilalil-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Hasbi, Muhammad. Ash-Shiddiqy. 2000.
Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Tafsir Ibnu
Kasir Jilid 1 terjemahan M. Abdul Ghoffar E.M. dan Abu
Ihsan al-Atsari. 2010. Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Tafsir Ibnu
Kasir Jilid 5 terjemahan M. Abdul Ghoffar E.M. dan Abu
Ihsan al-Atsari. 2010. Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Tafsir Ibnu Kasir
Jilid 8 terjemahan M. Abdul Ghoffar E.M. dan Abu Ihsan al-Atsari. 2010.
Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Tafsir Ibnu
Kasir Jilid 9 terjemahan M. Abdul Ghoffar E.M. dan Abu
Ihsan al-Atsari. 2010. Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Al-Qur’an
digital versi 2.0
[1] Tafsir Ibnu Kasir Jilid 8 terjemahan M.
Abdul Ghoffar E.M. dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2010, hlm. 123-126.
[2] Tafsir Ibnu Kasir Jilid 5 terjemahan M.
Abdul Ghoffar E.M. dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2010, hlm. 347-349.
[4] Muhammad Hasbi, Ash-Shiddiqy, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000, hlm. 179.
[5] Tafsir Ibnu Kasir Jilid 1 terjemahan M.
Abdul Ghoffar E.M. dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2010, hlm. 409-413.
[6] Tafsir Ibnu Kasir Jilid 9 terjemahan M.
Abdul Ghoffar E.M. dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta:Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2010, hlm. 315-316.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar