Sabtu, 04 Maret 2017

hadits adab berhias dan berpakaian

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Allah SWT telah menganugerahkan manusia dengan berbagai  nikmat dan karunia yang tiada terhingga nilainya. Salah satu bentuk  nikmat yang dianugerahkan adalah mengajarkan kepada manusia pengetahuan tentang tata cara berpakaian.
Pakaian dikenakan oleh seorang muslim maupun muslimah sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi seorang muslim memiliki nilai ibadah. Karena itu dalam berpakaian ia pun mengikuti aturan yang ditetapkan Allah.
Manusia dengan segala peradabannya memiliki naluri untuk mengembangkan apa yang ada, termasuk dalam perkembangan model pakaian. Tidak bisa dipungkiri lagi model pakaian yang ada di era globalisasi ini banyak menyadur dari dunia Barat. Tapi umat Islam haruslah tetap bercermin terhadap syari’at Islam yang mana Rasulullah lah yang menjadi suri tauladannya, tidak mengabaikan apa yang menjadi batasan-batasan berpakaian sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut tentang segala yang berhubungan dengan tema makalah ini yakni “adab berpakaian”.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan aurat dan pakaian?
2.      Apa saja fungsi dari pakaian?
3.      Apa saja adab-adab dalam mengenakan pakaian dan berhias?
                                       
C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan aurat dan pakaian.
2.      Untuk mengetahui fungsi dari pakaian
3.      Untuk mengetahui adab-adab dalam mengenakan pakaian dan berhias



BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN PAKAIAN DAN AURAT
1.     Pengertian Aurat
Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan.[1] Karena aurat adalah sesuatu yang harus dijaga oleh setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan maka ini adalah sebuah tanggung jawab yang harus dijalankan oleh setiap umat Islam. Sesuatu yang baik akan tetap apik ketika dapat dijaga.

2.     Pengertian Pakaian
Huruf lam ل ,ba’ب dan sin س adalah tiga huruf asli yang menunjuk pada pengertian tutup atau menutupi. Secara denotatif kata al-libas الباس berarti pakaian yang dikenakan. Pakaian adalah yang menutup aurat, yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang dipakai untuk berhias secara zhahir.

B.     FUNGSI PAKAIAN
Sesuai dengan ajaran agama, fungsi utama dari pakaian adalah untuk menutup aurat. Namun demikian pakaian juga sebagai simbul suatu kebudayaan di samping sebagai pengejawantahan dari tingkat penghayatan keberagamaan.
Di samping berfungsi sebagai penutup aurat, pakaian juga berfungsi untuk memperjelas identitas agar orang mudah dikenal, serta untuk memelihara manusia dari panas matahari. Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59:
 
Artinya:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Maksud dan tujuan dari perintah di atas tidak lain adalah untuk menjaga kaum perempuan sendiri dari gangguan laki-laki iseng yang akan menjahatinya, mengingat laki-laki, terutama laki-laki bangsa Arab yang hidup dipadang pasir dengan kebiasaan mengkonsumsi daging yang cukup, akan sangat terangsang syahwatnya apabila melihat aurat perempuan, karena itu bagi mukminat yang ingin selamat dari gangguan laki-laki jahat tentulah akan memanjangkan pakaiannya dan menutup seluruh auratnya.
Pakaian juga dapat melindungi manusia dari terik matahari. Dalam Qur’an Surat An-Nahl ayat 81 Allah berfirman:
 
Artinya:
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”

Allah tahu persis kebutuhan hamba-Nya, termasuk kebutuhannya untuk berpakaian. Karena itu di samping untuk menutup aurat fungsi pakaian juga dapat melindungi orang dari kepanasan. Bisa kita bayangkan orang-orang yang bekerja seharian di bawah terik matahari seperti petani, buruh bangunan dan orang-orang yang kerja di lapangan lainnya tentu tidak akan tahan jika mereka tidak mengenakan pakaian.[2]

C.     ADAB-ADAB MENGENAKAN PAKAIAN DAN BERHIAS
1.  Wajibnya Menutup Aurat
Allah telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dimana Allah telah menutup mereka dengan pakaian yang nampak, kemudian membimbing mereka dengan pakaian maknawi yang kedudukannya lebih agung dari pakaian yang pertama. Dalam Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 Allah berfirman:
 
Artinya:
26. “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
27. “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Tentang tafsir ayat ini, Ibnu Kasir mengatakan, “Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya berupa pakaian dan perhiasan. Pakaian adalah yang menutup aurat, yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang di pakai untuk berhias secara zhahir. Maka yang pertama termasuk perkara yang darurat dan perhiasan termasuk perkara sekunder dan termasuk kebutuhan tambahan.”
Menutup aurat termasuk adab yang agung yang diperintahkan dalam Islam, bahkan laki-laki dan wanita dilarang melihat aurat sebagian mereka karena akan menimbulkan kerusakan. Syari’at Islam datang untuk menutup setiap pintu yang bisa membawa seseorang kepada keburukan, dan aurat adalah sesuatu yang seseorang tidak senang menampakkan dan melihatnya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
Janganlah seorang laki-laki memandang aurat laki-laki, dan jangan pula seorang wanita memandang aurat wanita, dan janganlah seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu kain, dan jangan pula seorang wanita berselimut dengan wanita lainnya di dalam satu kain.”

Aurat laki-laki yang diperintahkan untuk ditutup—selain dari isteri dan budak wanitanya adalah mulai dari pusar hingga lutut. Adapun wanita, seluruh tubuhnya adalah aurat—kecuali untuk suaminya—. Sedangkan kepada mahramnya maka mereka boleh melihat apa yang biasa nampak, seperti wajah, kedua tangan, rambut, leher dan semisalnya. Dan aurat wanita di depan anak-anak wanita mulai dari pusar hingga lutut.[3]

2.       Laki-Laki Diharamkan Menyerupai Wanita dan Begitu Juga Wanita Diharamkan Menyerupai Laki-Laki
Dalam hal ini terdapat hal yang keras dan laknat yang tetap dari Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” Dan dalam lafazh lain, “Nabi melaknat laki-laki yang berperilaku layaknya wanita dan wanita yang berperilaku layaknya laki-laki. Dan beliau berkata, ‘Keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian!’” Ibnu Abbas berkata, “Maka Nabi mengeluarkan si fulan dari rumah beliau dan Umar mengeluarkan si fulan dari rumahnya.”
Dan penyerupaan bisa terjadi dalam cara berpakaian, cara berbicara dan terkadang dalam cara berjalan dan semisalnya. Maka di saat seorang laki-laki melakukan sesuatu yang merupakan kekhususan wanita dalam cara berjalan, cara berbicara atau cara berpakaian maka dia telah masuk ke dalam laknat, atau di saat seorang wanita melakukan sesuatu yang merupakan kekhususan laki-laki dalam cara berjalan, cara berbicara atau cara berpakaian maka dia telah masuk ke dalam laknat tersebut.

3.       Disunnahkan Menampakkan Nikmat Allah Dalam Berpakaian dan yang Lainnya
Disunnahkan bagi orang yang Allah berikan harta agar menampakkan adanya pengaruh nikmat Allah itu atasnya dengan mengenakan pakaian indah tanpa sikap berlebih-lebihan dan tanpa kesombongan, dan janganlah ia terlalu menekan diri sendiri atau kikir dengan hartanya, bahkan hendaklah ia mengenakan pakaian baru lagi indah dan bersih untuk menampakkan nikmat Allah atasnya.
Diriwayatkan dari Abul Ahwash, dari ayahnya, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi dengan pakaian yang lusuh. Maka beliau bertanya, ‘Apakah engkau memiliki harta?’ Abul Ahwash menjawab, ‘Ya’. Beliau bertanya, ‘Harta yang mana?’ Abul Ahwash menjawab, ‘Allah telah memberiku beberapa sapi dan kambing, kuda dan budak. Nabi bersabda, ‘Apabila Allah telah memberimu harta, hendaklah engkau menampakkan pengaruh nikmat dan kedermawanan-Nya atasmu.’”
Dan dalam hal ini manusia berada di dua sisi dan pertengahan, satu kaum terlalu menekan dirinya dan terlalu berhemat, entah karena alasan agama—menurut persangkaan mereka—atau karena bakhil. Satu kaum berlebih-lebihan dan melampaui batas, mereka membelanjakan banyak harta untuk membeli pakaian yang akan mudah usang. Dan terakhir adalah kaum yang berada di pertengahan, mereka menampakkan nikmat Allah atas mereka dalam pakaian dan tempat tinggal tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula menyombongkan diri.

4.       Haramnya Menyeret Kain (Menjulurkannya Melebihi Mata Kaki) Karena Sombong
Allah mengancam orang yang menyeret pakaiannya karena kesombongan dan merasa lebih tinggi dari orang lain bahwa Dia tidak akan melihat mereka pada hari dimana dia sangat membutuhkan Rabb semesta alam.
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
Pada hari kiamat Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret kain sarungnya karena sombong.”
Dan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
Ketika seseorang berjalan dalam keadaan mengenakan pakaian yang membuat dirinya terkagum-kagum dengan rambut jummahnya (yang tersisir rapi terurai hingga ke pundak), tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam tanah dan dia berteriak-teriak hingga Hari Kiamat.”

5.       Haramnya Pakaian Syuhrah (Pakaian Kebesaran Agar Seseorang Menjadi Terkenal Karena Pakaian Tersebut)
Kebanyakan orang—khususnya wanita—berlomba-lomba mengenakan pakaian yang bernilai tinggi dengan harapan agar orang-orang menujukan pandangan mereka kepadanya dan pakaiannya menjadi masyur di antara mereka, diiringi sifat ingin memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari orang lain, congkak dan sombong kepada mereka.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah memakaikan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat.’”
Dan diriwayatkan pula dengan lafazh, “. . . Pakaian semisalnya . . .”
Ibnu Atsir berkata, “Asy-syuhrah adalah menampakkan sesuatu, dan yang dimaksud bahwa terkenalnya pakaian seseorang di antara manusia dikarenakan perbedaan warna dari warna-warna pakaian mereka, maka orang-orang pun mengangkat pandangan kepadanya sehingga membuat dirinya meremehkan mereka dengan sifat ‘ujub dan takabbur . . .
(Dan) Ibnu Raslan bekata, “Karena memakai pakaian syuhrah di dunia bertujuan agar menjadi mulia dan menyombongkan diri terhadap orang lain, maka Allah akan memakaikannya pada hari kiamat pakaian yang terkenal dengan kehinaan kepadanya pada hari kiamat. Yang dimaksud adalah pakaian yang menyebabkan kehinaan pada hari kiamat sebagaimana seseorang mengenakan pakaian di dunia dengan tujuan agar dimuliakan oleh orang lain dan bersikap angkuh di depan mereka, sebagaimana dikatakan dalam ‘Aunul Ma’bud.

6.       Haramnya Emas dan Sutera Bagi Laki-Laki, Kecuali Karena Udzur
Laki-laki diharamkan memakai emas dan sutera, sedangkan wanita dibolehkan. Emas adalah perhiasan yang dipakai kaum wanita untuk berhias—begitu pula sutera—. Adapun laki-laki, dialah yang mengharapkan, bukan yang diharapkan—untuk memakainya, di mana emas dan sutera mengandung tambahan kesenangan yang menggoyahkan kekakuan laki-laki dan kekerasannya. Maka bagaimana jika perkara tersebut terlarang oleh syariat? Tentu yang wajib dilakukan adalah menerima ketetapan syariat.
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi Allah SAW pernah mengambil kain sutera dan meletakkannya di sebelah kanannya kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kedua benda ini diharamkan atas laki-laki dari umatku.’”
Dan dari Abu Umamah ra, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
 
Barangsiapa yang memakai sutera di dunia maka dia tidak akan memakainya di akhirat.’”

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, bahwa bahwa beliau melarang cincin emas.
Hadits-hadits di atas dan juga atsar-atsar yang telah dikemukakan sebelumnya—dan selainnya—menunjukkan haramnya emas dan perak bagi laki-laki, kecuali dalam beberapa keadaan yang dikecualikan dari pengharaman ini, yaitu laki-laki dibolehkan memakai sutera jika ia menderita gatal dan terganggu dengan gatal tersebut. Dari Anas ra bahwa Nabi SAW memberi keringanan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan az-Zubair mengenakan gamis yang terbuat dari sutera karena gatal yang diderita oleh keduanya.
Dibolehkan pula memakai emas—untuk pengobatan—bagi laki-laki karena darurat, sebagaimana yang terjadi pada ‘Arfajah ra. Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Tharfah bahwa hidung kakeknya, ‘Arfajah bin As’ad terpotong dalam perang al-Kullab, maka ia membuat hidung dari daun namun daun itu berbau dan mengganggunya, maka Nabi SAW memerintahkan untuk menggantinya dengan hidung yang terbuat dari emas.

7.       Laki-Laki Disunnahkan Memendekkan Pakaian dan Wanita Memanjangkannya
Syari’at Nabi Muhammad membedakan antara pakaian laki-laki dan pakaian wanita dalam masalah panjang dan pendeknya. Syari’at membatasi untuk laki-laki apa yang ada antara pertengahan betisnya hingga di atas kedua mata kaki, dan mengharuskan wanita menutup kedua kakinya dan jangan ada sesuatu pun yang nampak darinya. Hal itu karena satu bagian saja dari tubuh wanita adalah fitnah bagi laki-laki, maka dari itu mereka diperintahkan menutup seluruhnya. Sedangkan bagi laki-laki, mereka diperintahkan mengangkat pakaian mereka agar sifat sombong, ‘ujub dan angkuh tidak masuk ke dalam hati mereka, dimana dalam menjulurkan pakaian terkandung kesenangan dan sikap bermewah-mewahan yang tidak sesuai dengan tabi’at laki-laki.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Kain yang ada di bawah mata kaki dari sarung maka tempatnya di neraka.”
Dan dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Sarung (kain) seorang mukmin itu dari pertengahan betis ke bawah hingga di atas mata kaki. Dan yang berada dibawah itu maka tempatnya di neraka.”
Dan dari Abu Dzarr ra, Dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tiga golongan yang Allah tidak akan mengajaknya bicara pada hari kiamat, tidak melihat mereka dan tidak pula mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih.” Abu Dzarr berkata, “Rasulullah SAW mengucapkan tiga kali.” Abu Dzarr berkata, “Sungguh rugi mereka itu. Siapa mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
 
Al-musbil (yang menyeret kainnya yang menutup mata kaki), al-mannan (yang selalu menyebut-nyebut (mengungkit-ungkit) pemberian di hadapan orang yang dia beri) dan orang yang membelanjakan barang dagangannya dengan sumpah palsu.”

Dari Ummu Salamah—isteri Nabi SAW—ia bertanya kepada Rasulullah SAW ketika beliau menyebutkan tentang al-izar (sarung), “Bagaimana dengan wanita wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia menurunkannya sejengkal.” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu kakinya masih tersingkap.” Beliau bersabda, “Kalau begitu turunkan lagi ke bawah hingga satu hasta dan janganlah ia menambahnya.”

8.       Wanita Diharamkan Menampakkan Perhiasannya Kecuali Kepada Mereka yang Memang Allah Kecualikan
Perhiasan wanita itu berupa perhiasan zhahir (yang nampak) dan perhiasan batin (yang tidak nampak). Allah Ta’ala berfirman:
Artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka . . . .”(An-Nuur: 31)

Firman Allah, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka,” yaitu pakaian yang nampak yang berlaku dalam adat kebiasaan yang sering kali mereka kenakan jika pakaian tersebut bukan pakaian yang akan menimbulkan fitnah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Sa’di, yaitu pakaian zhahir. Kemudian Allah Ta’ala berfirman,”Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka,” yaitu yang bathin, kecuali kepada suami-suami mereka, bapak-bapak dan anak-anak mereka . . . dan seterusnya. Pakaian bathin itu seperti wajah, leher, perhiasan dan dua telapak tangan. Dari sini diketahui bahwa wajah termasuk bagian dari perhiasan bathin yang haram bagi wanita muslimah menampakkannya kecuali kepada mereka yang Allah kecualikan di dalam ayat di atas.
Kemudian Allah berfirman, “Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan,” (An-Nuur: 31)
Yaitu janganlah mereka memukulkan kaki-kaki mereka ke tanah agar perhiasan yang mereka kenakan itu berbunyi, seperti gelang-gelang kaki dan selainnya, sehingga perhiasan yang dimilikinya itu bisa diketahui, yang akhirnya menjadi wasilah (perantara) kepada fitnah.

9.       Diharamkan Memakai Pakaian yang Bersalib atau Bergambar
Shalban adalah benda yang bergambar salib, dan gambar disini adalah gambar makhluk bernyawa. Nabi telah mengingkari ‘Aisyah Ummul Mukminin ra ketika ia membuatkan bantal yang bergambar sesuatu yang bernyawa untuk beliau.
Diriwayatkan dari al-Qasim, dari ‘Aisyah ra bahwa ia membeli bantal yang bergambar, maka Nabi berdiri dipintu dan beliau tidak masuk, maka aku (‘Aisyah) berkata, “Aku bertaubat kepada Allah atas dosa yang aku perbuat.” Beliau bertanya, “Bantal apa itu?” ‘Aisyah menjawab, “(Bantal) untuk tempat dudukmu dan engkau jadikan sandaran.” Beliau bersabda:
 
Sesungguhnya pembuat gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, akan dikatakan kepada mereka,’Hidupkanlah oleh kalian apa yang telah kalian buat,’ dan sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang didalamnya terdapat gambar (makhluk bernyawa).

            Imam an-Nawawi mengatakan, “Para ulama mengatakan,’Sebab terhalangnya mereka (yaitu malaikat) dari rumah yang didalamnya terdapat gambar karena keberadaannya adalah perbuatan maksiat yang keji, dan didalamnya ada unsur penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah Ta’ala, dan sebagian dari gambar tersebut adalah gambar yang disembah selain Allah Ta’ala.’”
Dari ‘Imran bin Haththan bahwa ‘Aisyah ra menceritakan kepadanya, tidaklah Nabi meninggalkan sesuatu pun di dalam rumahnya yang bertanda salib melainkan beliau melepaskannya,”
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, sangat jelaslah bagi kita akan haramnya mengenakan pakaian yang bergambar makhluk bernyawa atau salib, dan barangsiapa yang diuji dengan salah satu dari perkara tersebut maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menghapusnya serta merubah perilakunya. Kemudian jika mau ia bisa mengambil dan memanfaatkannya, sebagaimana yang dilakukan oleh ‘Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW tiba dari suatu perjalanan dan aku telah memasang tirai di bagian atas lubang angin rumahku dengan kain tipis bergambar makhluk bernyawa milikku. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau merobeknya dan bersabda, ‘Manusia yang paling keras azabnya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah,’” ‘Aisyah berkata, “Maka kami menjadikan kain tersebut satu atau dua bantal.”

10.  Disunnahkan Mendahulukan yang Kanan Ketika Mengenakan Pakaian dan Semisalnya
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah, Ummul Mukminin ra, ia berkata, “Nabi suka mendahulukan yang kanan ketika bersuci, menyisir dan memakai sandal.” Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rasulullah SAW suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir dan bersuci.”

11.  Sunnah Ketika Memakai Sandal
Seseorang disunnahkan mendahulukan kaki kanan ketika memakai sandal kemudian kaki kiri dan mendahulukan kaki kiri ketika melepasnya kemudian kaki kanan.
Sunnah ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kalian memakai sandal hendaklah ia mendahulukan kaki kanan, dan apabila ia melepasnya hendaklah ia mendahulukan kaki kiri. Hendaklah kaki kanan yang didahulukan ketika memakainya dan mengakhirkannya ketika melepasnya.’”
Dimakruhkan bagi seorang muslim berjalan dengan memakai satu sandal. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
Apabila tali sandal salah seorang di antara kalian putus maka janganlah ia berjalan dengan mamakai satu sandal hingga ia memperbaikinya.”
Dan hendaklah diketahui bahwa semua yang disebutkan hukumnya sebatas sunnah dan tidak sampai derajat wajib, maka barangsiapa yang menghadapi suatu kejadian sehingga sandal atau sepatunya putus, hendaklah ia berhenti hingga ia memperbaiki sandalnya atau melepas sandal lainnya kemudian melanjutkan perjalanannya. Seorang mukmin tidak sepatutnya menyelisihi larangan Nabi walaupun hanya dalam perkara makruh yang tidak sampai diharamkan.
Hendaklah seseorang membiasakan diri berjalan di atas petunjuk Nabi baik secara zhahir maupun secara bathin dan meraih kemuliaan ittiba’ yang hakiki.
Ketahuilah bahwa ulama menyebutkan beberapa sebab larangan Nabi berjalan dengan satu sandal. Imam an-Nawawi berkata,”Ulama berkata,’Sebabnya karena hal itu merupakan perkara yang buruk dan penghambat serta menyelisihi kewibawaan, karena memakai satu sandal membuat kaki yang satu lebih tinggi dari yang lainnya yang menyebabkannya susah berjalan atau bahkan tergelincir dan selainnya.

12.  Doa yang Diucapkan Ketika Memakai Sesuatu yang Baru
Ada beberapa doa yang disandarkan kepada Nabi yang beliau ucapkan ketika memakai sesuatu yang baru, diantaranya:
a.    Mengucapkan:
 
Ya Allah, milik-Mu-lah segala pujian, Engkaulah yang memakaikannya kepadaku, aku memohon kepada-Mu kebaikan benda ini dan kebaikan yang dibuat karenanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan benda ini dan keburukan yang dibuat karenanya.”

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra, ia berkata, “Apabila Rasulullah mendapat pakaian beliau menamakannya dengan nama pakaian tersebut, baik itu berupa gamis atau imamah kemudian beliau mengucapkan, ‘Allahumma lakal hamdu Anta kasutaniihi, as’aluka min khairihi wa khairi maa shuni’a lahu, wa a’uudzu bika min syarrihi wa syarri maa shuni’a lahu . . .’” (Al-hadits)
b.    Mengucapkan:
 
Segala puji bagi Allah yang telah memakaikan pakaian ini kepadaku dan telah merizkikannya kepadaku tanpa adanya usaha dariku dan tidak pula kekuatan.”

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memakan makanan kemudian mengucapkan, ‘Alhamdulillaahi ath’amanii haadzath tha’aam wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii walaa quwwatin (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan memberikan rizki ini kepadaku tanpa adanya usaha dariku dan tanpa kekuatan), ‘niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu (dan yang akan datang). Dan barangsiapa yang memakai pakaian dan mengucapkan, ‘Alhamdulillaahi kasaanii haadzats tsaub wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii walaa quwwatin, niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan (yang akan datang).’”
Orang yang memakai pakaian baru disunnahkan mengucapkan:
a.       Doa
 
Pakailah pakaian baru, hiduplah dengan mulia, dan matilah dalam keadaan syahid.”
b.      Doa
 
Kenakanlah sampai lusuh, semoga Allah Ta’ala memberikan gantinya kepadamu.”

13.  Disunnahkannya Mengenakan Pakaian Putih (untuk Laki-Laki)
Masalah ini diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
 
Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih karena pakaian putih adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah jenazah-jenazah kalian dengan kain berwarna putih . . .’”

Dan dari jalan Samurah bin Jundab ra, ia berkata,”Rasulullah SAW bersabda:
 
Pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih karena pakaian putih itu lebih suci dan lebih baik, dan kafanilah jenazah-jenazah kalian dengan kain berwarna putih.’”

14.  Cincin yang Dibolehkan bagi Laki-Laki
Laki-laki dibolehkan memakai cincin perak, bukan cicin emas, karena emas diharamkan bagi mereka. Dan tempat cicin disunnahkan di jari kelingking, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata, “Nabi membuat sebuah cincin dan beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kami membuat sebuah cincin dan kami membuat ukiran padanya, hingga seseorang tidak lagi mengukir pada cincin tersebut.’”
Anas berkata, “Maka sungguh aku melihat kilauannya di jari kelingking beliau.”
Dan Nabi melarang seseorang memakai cincin dijari tengah dan jari telunjuk. Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Beliau (Nabi) melarang memakai cincin untuk memakainya di jari kelingking dan dimakruhkan baginya memakai cincin tersebut di jari tengahdan jari setelahnya dan bentuk kemakruhannya adalah makruh tanzih (makruh yang sangat ditekankan untuk ditinggalkan).

15.  Disunnahkan Memakai Wangi-Wangian
Wangi-wangian termasuk perhiasan yang menenteramkan jiwa dan membangkitkan semangat, dan Rasul kita adalah manusia yang paling wangi.
Anas ra berkata, “Aku tidak pernah menyentuh kain sutera dan kain dibaj yang lebih lembut dari telapak tangan Nabi, dan tidak pula aku pernah mencium bau wangi atau bau semerbak yang lebih harum dari bau dan semerbak Nabi.
Dalam riwayat ad-Darimi disebutkan, “Dan aku tidak sekali pun pernah mencium bau wangi yang lebih harum bau wangi misk beliau dan tidak pula bau wangi yang lainnya.”
Memakai wangi-wangian adalah perkara yang mubah bagi laki-laki dan wanita dengan batasan tertentu, akan tetapi wangi-wangian diharamkan bagi keduanya dalam keadaan ihram ketika haji atau umrah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra secara marfu’ tentang sahabat yang terinjak oleh untanya, beliau bersabda, “Jangan kalian memberinya wangi-wangian.”
Dan berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar ra secara marfu’ tentang seseorang yang menanyakan pakaian yang ia kenakan ketika ihram, maka beliau bersabda, “Janganlah kalian memakai satu pun dari pakaian yang terkena aroma wangi za’faran dan wangi al-wars.”
Dan juga khusus bagi wanita, mereka dilarang memakai wangi-wangian pada dua keadaan:
Keadaan pertama, dalam keadaan muhaddah (ditinggal mati) oleh suaminya maka wanita tidak boleh memakai wangi-wangian selama 4 bulan 10 hari berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah dan selainnya, ia berkata, “Dahulu kami dilarang membatasi waktu berkabung di atas tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu 4 bulan 10 hari, kami tidak boleh memakai celak, memakai wangi-wangian, memakai pakaian yang dicelup kecuali pakaian ‘ashab (pakaian dari serat sejenis tumbuhan), dan telah diberikan keringanan untuk kami suci apabila salah seorang dari kami mandi dari masa haidnya pada perasaan kisti azhfar, dan kami dilarang mengiringi jenazah.
Keadaan kedua, apabila seorang wanita mendatangi sebuah tempat yang disana ada laki-laki asing, walaupun ia hanya melintas di jalan mereka dan mereka mencium wangi wanita tadi, maka wanita tersebut masuk ke dalam larangan, dan keadaan ini banyak diabaikan oleh kaum wanita dan mereka memudah-mudahkan hal ini, padahal telah ada keterangan yang sangat jelas dalam sejumlah hadits dan adanya ancaman keras tentang hal ini.
Berdasarkan hadits Abu Musa al-Asy’ari ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
 
Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian dan melewati satu kaum yang mencium bau wangi wanita tersebut maka dia adalah wanita pezina.’”
Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Seorang wanita menemuinya dan darinya ia mencium bau minyak wangi yang tertiup angin dan juga pada ujung kainnya, maka Abu Hurairah berkata, ‘Wahai hamba al-Jabbar apakah engkau datang dari masjid?’ Wanita itu menjawab, ‘Ya’. Abu Hurairah berkata, ‘Sesungguhnya aku mendengar kekasihku Abul Qasim ra bersabda, ‘Tidak diterima shalat wanita yang memakai wangi-wangian untuk datang ke masjid ini hingga ia kembali dan mandi sebagaimana mandi janabah.’”

16.  Sunnah Dalam Menyisir dan Mencukur Rambut
Disunnahkan bagi laki-laki untuk menghias, membersihkan dan memperhatikan rambutnya, dan dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW mendatangi kami untuk berziarah ke rumah kami, tiba-tiba beliau melihat laki-laki yang rambutnya kusut, maka beliau bertanya, ‘Apakah ia tidak mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk menata rambut kepalanya?’ Dan beliau melihat laki-laki yang berpakaian kotor, maka beliau bertanya, ‘Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk mencuci bajunya?’”
Dan Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
Barangsiapa yang memiliki rambut maka hendaklah ia memuliakan rambutnya.”
Akan tetapi rambut tersebut tidak dihias, dibersihkan dan dimuliakan secara berlebihan yang keluar dari batasan yang masuk akal, sehingga lebih menyerupai wanita. Karena berlebih-lebihan dalam menghias dan memperhatikan rambut merupakan kekhususan wanita.
Adapun, mencukur rambut, yang pertama harus diketahui bahwa yang paling utama adalah membiarkan rambut dalam keadaan terurai hingga kedua daun telinga sebagaimana rambut Nabi. Al-Bara bin ‘Azib ra berkata, “Nabi adalah seorang yang berpundak lebar, jarak antara pundak beliau jauh, dan beliau memiliki rambut yang mencapai daun telinga . . . (Al-hadits)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rambut beliau sangat lebat jummahnya hingga daun telinga beliau,”
Dan mencukur rambut terkadang menjadi perkara yang wajib, atau haram, sunnah atau mubah.
a.         Kewajiban mencukur habis rambut: Apabila seseorang tengah menunaikan haji dan umrah, dan orang yang melaksanakannya tidak memendekkan rambutnya, atau tergolong penyerupaan kepada gaya rambut selain orang Islam . . . .
b.        Haramnya mencukur rambut: Apabila tujuannya untuk beragama atau beribadah selain ibadah haji dan umrah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang Shufi . . .
c.         Disunnahkan mencukur rambut: Apabila seorang kafir masuk Islam, terlebih lagi apabila rambutnya tebal. Atau apabila telah berlalu tujuh hari umur bayi yang baru lahir, disunnahkan bagi walinya untuk mencukur rambut kepalanya dan bershadaqah dengan ukuran timbangan rambut tersebut. Atau apabila rambut telah sangat panjang yang telah melewati ukuran rambut Nabi. Disunnahkan pula mencukur rambut kepala apabila orang yang mencukur menutup ketampanan yang menjadi sumber fitnah, sama saja baik bagi laki-laki atau bagi wanita.
d.        Dibolehkan mencukur rambut: Apabila seseorang tidak mampu memperhatikannya karena sibuk dengan urusan-urusan lainnya dan urusan-urusan tersebut lebih penting dari sekedar mencukur rambut. (Imam Ahmad berkata, “Mencukur—dalam keadaan seperti ini—adalah Sunnah. Jika kami sanggup tentunya kami akan mengamalkannya, akan tetapi mencukur memiliki tanggungan dan beban). Dan dibolehkan mencukur rambut kepala dalam rangka pengobatan.
Perhatian: Sebagian pemuda mencukur rambut mereka dengan mode yang dilarang oleh syari’at, yaitu mencukur sebagian kepala dan membiarkan sebagian lainnya. Syari’at dan bahasa mnyebut mode seperti ini dengan al-qara’.
            Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra bahwa Rasulullah SAW melarang qara’. Dan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Aku bertanya kepada Nafi’, ‘Apa itu qaza’?’ Ia menjawab, ‘mencukur sebagian kepala anak kecil dan membiarkan sebagian lainnya.’”

17.  Melebatkan Jenggot dan Memotong Kumis bagi Laki-Laki
Sunnah Rasulullah yang wajib diamalkan oleh laki-laki adalah melebatkan jenggot dan membiarkannya tumbuh, serta memendekkan kumis dan mencukurnya.
Ini bukanlah perkara yang lapang bagi kita sehingga kita boleh mengamalkan atau meninggalkannya sesuka kita, bahkan ini adalah perkara yang pasti bagi kita, maka kita wajib mengamalkan dan mentaatinya.
Allah Ta’ala berfirman:
 
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

Yaitu tidak selayaknya dan tidak pantas bagi orang yang disifati dengan keimanan melainkan bersegera menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, menjauhi larangan keduanya, “Apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan satu perkara,” dari perkara-perkara agama dan mewajibkan atau mengharuskannya, “Akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” Yaitu pilihan, apakah mereka melaksanakan atau tidak. Bahkan seorang mukmin dan mukminah mengetahui bahwa Rasul lebih utama untuk diikuti dibanding dirinya sendiri, maka janganlah sebagian hawa nafsunya menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Sa’id.
Adapun hadits-hadits dari Rasulullah SAW yang memerintahkan agar memelihara jenggot dan memotong kumis sangatlah banyak, dan lafazh-lafazhnya pun bermacam-macam, diantaranya:
 
(Pelihara) panjangkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.”
Dan lafazh lainnya:
 
Habiskanlah kumis dan biarkanlah jenggot.”
Dalam lafazh lainnya:
(hadits)
Selisihilah orang-orang musyik, cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.”
Dan di antaranya:
(hadits)
Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot. Dan selisihilah orang-orang Majusi.”

18.  Disunnahkan Merubah Warna Uban Selain dengan Warna Hitam
            Orang yang rambut kepala dan wajahnya telah beruban disunnahkan merubah warnanya dengan mencat, berdasarkan sabda Nabi:
 
Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak mencat rambut-rambut mereka, maka selisihilah mereka.”
Akan tetapi hendaklah seseorang menjauhi warna hitam, karena Nabi melarangnya. Pada tahun Fat-hu Makkah, ketika Abu Quhafah didatangkan kepada beliau dan kepala dan jenggotnya telah berwarna putih, maka Nabi bersabda:
(hadits)
Rubahlah warna rambut ini dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam.”
Sabda Nabi, “Dan jauhilah warna hitam,” adalah nash yang pasti tentang pengharaman. Maka warna putih dirubah dengan warna apa saja selain hitam, dan larangan ini berlaku untuk laki-laki dan wanita dengan batasan yang sama.
19.  Pembahasan Tentang Bercelak
Bercelak untuk wanita sebagai perhiasan, dan untuk laki-laki dan wanita sebagai pengobatan yang bermanfaat. Orang-orang Arab dulu menjadikannya sebagai pengobatan dari penyakit radang mata.
Dalam hadits Ummu ‘Athiyyah ra di sebutkan tentang wanita yang ditinggal mati suaminya yang mengeluhkan matanya, maka para sahabat menyampaikan hal tersebut kepada Nabi dan mereka pun menyebutkan tentang celak sebagai pengobatan untuknya.
Dan disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
(hadits)
Pakailah pakaian kalian yang putih karena ia adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah jenazah-jenazah kalian dengannya, dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah ismid, karena ia membuat penglihatan kalian menjadi terang dan menumbuhkan rambut.’”

Disunnahkan ketika memakainya dengan bilangan witir (ganjil), yaitu bercelak pada mata kanan tiga kali dan pada mata kiri tiga kali, atau pada mata kanan dua kali dan mata kiri satu kali yang semuanya menjadi ganjil, atau kebalikannya, atau lebih banyak lagi asalkan jumlahnya ganjil. Dan Ibnu Hajar menguatkan pendapat pertama.
                                                                                   
20.  Perhiasan yang Diharamkan atas Wanita
Allah membolehkan wanita menjadikan beberapa perkara sebagai perhiasan (penghias), seperti celak, wangi-wangian, daun pacar dan semisalnya dari hal-hal yang digunakan oleh wanita untuk berhias. Dan Allah mengharamkan kepada mereka beberapa perkara yang wanita jadikan sebagai penghias, dan dia pada hakikatnya tidak sampai merubah ciptaan Allah yang telah Allah ciptakan atasnya, seperti al-wasyam (tato), an-namash (mencabut rambut dari wajah), at-tafalluj agar terlihat bagus, dan al-washal.

BAB III
PENUTUP

Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan. sedangkan pakaian adalah yang menutup aurat, yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang dipakai untuk berhias secara zhahir. Fungsi pakaian diantaranya: untuk menutup aurat, untuk memperjelas identitas agar orang mudah dikenal, untuk memelihara manusia dari panas matahari, dan untuk menjaga kaum perempuan sendiri dari gangguan laki-laki iseng yang akan menjahatinya
Adapun adab-adab mengenakan pakaian dan berhias diantaranya:
·         Wajib menutup aurat
·         Laki-laki diharamkan menyerupai wanita dan begitu juga wanita diharamkan menyerupai laki-laki
·         Disunnahkan menampakkan nikmat Allah dalam berpakaian dan yang lainnya
·         Diharam menyeret kain (menjulurkannya melebihi mata kaki) karena sombong
·         Diharam pakaian syuhrah (pakaian kebesaran agar seseorang menjadi terkenal karena pakaian tersebut)
·         Diharam emas dan sutera bagi laki-laki, kecuali karena udzur
·         Laki-laki disunnahkan memendekkan pakaian dan wanita memanjangkannya
·         Wanita diharamkan menampakkan perhiasannya kecuali kepada mereka yang memang Allah kecualikan
·         Diharamkan memakai pakaian yang bersalib atau bergambar
·         Ketika memakai sesuatu yang baru berdoa
·         Disunnahkannya mengenakan pakaian putih (untuk laki-laki)
·         Cincin perak dibolehkan bagi laki-laki
·         Disunnahkan memakai wangi-wangian
·         Disunnahkan merubah warna uban selain dengan warna hitam
·         Bercelak bagi wanita boleh untuk berhias sedang untuk laki-laki untuk pengobatan
·         Perhiasan yang diharamkan atas wanita adalah yang merubahciptaan Allah
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Sahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontenporer, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm.485-486.
Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 89-91.
Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Kumpulan Abad Islami Etika Seorang Muslim Sehari-hari, (Jakarta: Griya Ilmu, 2015) cetakan ketiga, hlm. 350-352.
                                                                


[1] Muhammad Sahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontenporer, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm.485-486.
[2] Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 89-91.
[3] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Kumpulan Abad Islami Etika Seorang Muslim Sehari-hari, (Jakarta: Griya Ilmu, 2015) cetakan ketiga, hlm. 350-352.

1 komentar:

  1. Sands Casino and Hotel | Las Vegas, NV
    The Sands Casino Hotel is febcasino located on the Las Vegas Strip and steps from Sands Convention 샌즈카지노 Center. This hotel offers 1,590 rooms and 제왕카지노 suites.

    BalasHapus