PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Allah
SWT telah menganugerahkan manusia dengan berbagai nikmat dan karunia yang
tiada terhingga nilainya. Salah satu bentuk nikmat yang dianugerahkan
adalah mengajarkan kepada manusia pengetahuan tentang tata cara berpakaian.
Pakaian dikenakan oleh seorang
muslim maupun muslimah sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah,
karena itu berpakaian bagi seorang muslim memiliki nilai ibadah. Karena itu
dalam berpakaian ia pun mengikuti aturan yang ditetapkan Allah.
Manusia dengan segala peradabannya
memiliki naluri untuk mengembangkan apa yang ada, termasuk dalam perkembangan
model pakaian. Tidak bisa dipungkiri lagi model pakaian yang ada di era
globalisasi ini banyak menyadur dari dunia Barat. Tapi umat Islam haruslah
tetap bercermin terhadap syari’at Islam yang mana Rasulullah lah yang menjadi
suri tauladannya, tidak mengabaikan apa yang menjadi batasan-batasan berpakaian
sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam hal ini akan dibahas lebih
lanjut tentang segala yang berhubungan dengan tema makalah ini yakni “adab
berpakaian”.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan
aurat dan pakaian?
2.
Apa saja fungsi dari
pakaian?
3.
Apa saja adab-adab dalam mengenakan
pakaian dan berhias?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan aurat dan pakaian.
2.
Untuk mengetahui fungsi
dari pakaian
3.
Untuk mengetahui adab-adab dalam
mengenakan pakaian dan berhias
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PAKAIAN DAN AURAT
1. Pengertian
Aurat
Aurat
adalah bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan.[1]
Karena aurat adalah sesuatu yang harus dijaga oleh setiap manusia baik
laki-laki maupun perempuan maka ini adalah sebuah tanggung jawab yang harus
dijalankan oleh setiap umat Islam. Sesuatu yang baik akan tetap apik ketika
dapat dijaga.
2. Pengertian
Pakaian
Huruf
lam ل
,ba’ب
dan sin س adalah tiga huruf asli yang menunjuk pada pengertian
tutup atau menutupi. Secara denotatif kata al-libas الباس berarti pakaian
yang dikenakan. Pakaian adalah yang menutup aurat, yaitu keburukan, dan
perhiasan adalah apa yang dipakai untuk berhias secara zhahir.
B. FUNGSI PAKAIAN
Sesuai
dengan ajaran agama, fungsi utama dari pakaian adalah untuk menutup aurat.
Namun demikian pakaian juga sebagai simbul suatu kebudayaan di samping sebagai
pengejawantahan dari tingkat penghayatan keberagamaan.
Di
samping berfungsi sebagai penutup aurat, pakaian juga berfungsi untuk
memperjelas identitas agar orang mudah dikenal, serta untuk memelihara manusia
dari panas matahari. Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59:
Artinya:
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Maksud dan tujuan dari
perintah di atas tidak lain adalah untuk menjaga kaum perempuan sendiri dari
gangguan laki-laki iseng yang akan menjahatinya, mengingat laki-laki, terutama
laki-laki bangsa Arab yang hidup dipadang pasir dengan kebiasaan mengkonsumsi
daging yang cukup, akan sangat terangsang syahwatnya apabila melihat aurat
perempuan, karena itu bagi mukminat yang ingin selamat dari gangguan laki-laki
jahat tentulah akan memanjangkan pakaiannya dan menutup seluruh auratnya.
Pakaian
juga dapat melindungi manusia dari terik matahari. Dalam Qur’an Surat An-Nahl
ayat 81 Allah berfirman:
Artinya:
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat
bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat
tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari
panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan.
Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri
(kepada-Nya).”
Allah tahu persis kebutuhan
hamba-Nya, termasuk kebutuhannya untuk berpakaian. Karena itu di samping untuk
menutup aurat fungsi pakaian juga dapat melindungi orang dari kepanasan. Bisa
kita bayangkan orang-orang yang bekerja seharian di bawah terik matahari
seperti petani, buruh bangunan dan orang-orang yang kerja di lapangan lainnya
tentu tidak akan tahan jika mereka tidak mengenakan pakaian.[2]
C. ADAB-ADAB MENGENAKAN PAKAIAN DAN BERHIAS
1. Wajibnya Menutup Aurat
Allah
telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dimana Allah telah menutup
mereka dengan pakaian yang nampak, kemudian membimbing mereka dengan pakaian
maknawi yang kedudukannya lebih agung dari pakaian yang pertama. Dalam Qur’an
Surat Al-A’raf ayat 26-27 Allah berfirman:
Artinya:
26.
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
27.
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan
dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya.
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Tentang
tafsir ayat ini, Ibnu Kasir mengatakan, “Allah memberikan nikmat kepada
hamba-Nya berupa pakaian dan perhiasan. Pakaian adalah yang menutup aurat,
yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang di pakai untuk berhias secara
zhahir. Maka yang pertama termasuk perkara yang darurat dan perhiasan termasuk
perkara sekunder dan termasuk kebutuhan tambahan.”
Menutup
aurat termasuk adab yang agung yang diperintahkan dalam Islam, bahkan laki-laki
dan wanita dilarang melihat aurat sebagian mereka karena akan menimbulkan
kerusakan. Syari’at Islam datang untuk menutup setiap pintu yang bisa membawa
seseorang kepada keburukan, dan aurat adalah sesuatu yang seseorang tidak
senang menampakkan dan melihatnya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah seorang laki-laki memandang aurat
laki-laki, dan jangan pula seorang wanita memandang aurat wanita, dan janganlah
seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu kain, dan jangan
pula seorang wanita berselimut dengan wanita lainnya di dalam satu kain.”
Aurat
laki-laki yang diperintahkan untuk ditutup—selain dari isteri dan budak
wanitanya adalah mulai dari pusar hingga lutut. Adapun wanita, seluruh tubuhnya
adalah aurat—kecuali untuk suaminya—. Sedangkan kepada mahramnya maka mereka
boleh melihat apa yang biasa nampak, seperti wajah, kedua tangan, rambut, leher
dan semisalnya. Dan aurat wanita di depan anak-anak wanita mulai dari pusar
hingga lutut.[3]
2. Laki-Laki Diharamkan Menyerupai Wanita dan
Begitu Juga Wanita Diharamkan Menyerupai Laki-Laki
Dalam
hal ini terdapat hal yang keras dan laknat yang tetap dari Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat laki-laki
yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” Dan dalam lafazh
lain, “Nabi melaknat laki-laki yang berperilaku layaknya wanita dan wanita yang
berperilaku layaknya laki-laki. Dan beliau berkata, ‘Keluarkan mereka dari
rumah-rumah kalian!’” Ibnu Abbas berkata, “Maka Nabi mengeluarkan si fulan
dari rumah beliau dan Umar mengeluarkan si fulan dari rumahnya.”
Dan
penyerupaan bisa terjadi dalam cara berpakaian, cara berbicara dan terkadang
dalam cara berjalan dan semisalnya. Maka di saat seorang laki-laki melakukan
sesuatu yang merupakan kekhususan wanita dalam cara berjalan, cara berbicara
atau cara berpakaian maka dia telah masuk ke dalam laknat, atau di saat seorang
wanita melakukan sesuatu yang merupakan kekhususan laki-laki dalam cara
berjalan, cara berbicara atau cara berpakaian maka dia telah masuk ke dalam
laknat tersebut.
3. Disunnahkan Menampakkan Nikmat Allah Dalam
Berpakaian dan yang Lainnya
Disunnahkan
bagi orang yang Allah berikan harta agar menampakkan adanya pengaruh nikmat
Allah itu atasnya dengan mengenakan pakaian indah tanpa sikap berlebih-lebihan
dan tanpa kesombongan, dan janganlah ia terlalu menekan diri sendiri atau kikir
dengan hartanya, bahkan hendaklah ia mengenakan pakaian baru lagi indah dan
bersih untuk menampakkan nikmat Allah atasnya.
Diriwayatkan
dari Abul Ahwash, dari ayahnya, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi dengan
pakaian yang lusuh. Maka beliau bertanya, ‘Apakah engkau memiliki harta?’ Abul
Ahwash menjawab, ‘Ya’. Beliau bertanya, ‘Harta yang mana?’ Abul Ahwash
menjawab, ‘Allah telah memberiku beberapa sapi dan kambing, kuda dan budak.
Nabi bersabda, ‘Apabila Allah telah memberimu harta, hendaklah engkau
menampakkan pengaruh nikmat dan kedermawanan-Nya atasmu.’”
Dan
dalam hal ini manusia berada di dua sisi dan pertengahan, satu kaum terlalu
menekan dirinya dan terlalu berhemat, entah karena alasan agama—menurut
persangkaan mereka—atau karena bakhil. Satu kaum berlebih-lebihan dan melampaui
batas, mereka membelanjakan banyak harta untuk membeli pakaian yang akan mudah
usang. Dan terakhir adalah kaum yang berada di pertengahan, mereka menampakkan
nikmat Allah atas mereka dalam pakaian dan tempat tinggal tanpa
berlebih-lebihan dan tidak pula menyombongkan diri.
4. Haramnya Menyeret Kain (Menjulurkannya
Melebihi Mata Kaki) Karena Sombong
Allah
mengancam orang yang menyeret pakaiannya karena kesombongan dan merasa lebih
tinggi dari orang lain bahwa Dia tidak akan melihat mereka pada hari dimana dia
sangat membutuhkan Rabb semesta alam.
Abu
Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Pada hari kiamat Allah tidak akan melihat
kepada orang yang menyeret kain sarungnya karena sombong.”
Dan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Ketika seseorang
berjalan dalam keadaan mengenakan pakaian yang membuat dirinya terkagum-kagum
dengan rambut jummahnya (yang tersisir rapi terurai hingga ke pundak),
tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam tanah dan dia berteriak-teriak hingga
Hari Kiamat.”
5. Haramnya Pakaian Syuhrah (Pakaian
Kebesaran Agar Seseorang Menjadi Terkenal Karena Pakaian Tersebut)
Kebanyakan
orang—khususnya wanita—berlomba-lomba mengenakan pakaian yang bernilai tinggi
dengan harapan agar orang-orang menujukan pandangan mereka kepadanya dan
pakaiannya menjadi masyur di antara mereka, diiringi sifat ingin memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari orang lain, congkak dan sombong kepada mereka.
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang
memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah memakaikan pakaian kehinaan
kepadanya pada hari kiamat.’”
Dan
diriwayatkan pula dengan lafazh, “. . . Pakaian semisalnya . . .”
Ibnu
Atsir berkata, “Asy-syuhrah adalah menampakkan sesuatu, dan yang
dimaksud bahwa terkenalnya pakaian seseorang di antara manusia dikarenakan
perbedaan warna dari warna-warna pakaian mereka, maka orang-orang pun
mengangkat pandangan kepadanya sehingga membuat dirinya meremehkan mereka
dengan sifat ‘ujub dan takabbur . . .
(Dan)
Ibnu Raslan bekata, “Karena memakai pakaian syuhrah di dunia bertujuan agar
menjadi mulia dan menyombongkan diri terhadap orang lain, maka Allah akan
memakaikannya pada hari kiamat pakaian yang terkenal dengan kehinaan kepadanya
pada hari kiamat. Yang dimaksud adalah pakaian yang menyebabkan kehinaan pada
hari kiamat sebagaimana seseorang mengenakan pakaian di dunia dengan tujuan
agar dimuliakan oleh orang lain dan bersikap angkuh di depan mereka,
sebagaimana dikatakan dalam ‘Aunul Ma’bud.
6. Haramnya Emas dan Sutera Bagi Laki-Laki,
Kecuali Karena Udzur
Laki-laki
diharamkan memakai emas dan sutera, sedangkan wanita dibolehkan. Emas adalah
perhiasan yang dipakai kaum wanita untuk berhias—begitu pula sutera—. Adapun
laki-laki, dialah yang mengharapkan, bukan yang diharapkan—untuk memakainya, di
mana emas dan sutera mengandung tambahan kesenangan yang menggoyahkan kekakuan
laki-laki dan kekerasannya. Maka bagaimana jika perkara tersebut terlarang oleh
syariat? Tentu yang wajib dilakukan adalah menerima ketetapan syariat.
Diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi Allah SAW pernah
mengambil kain sutera dan meletakkannya di sebelah kanannya kemudian beliau
bersabda, ‘Sesungguhnya kedua benda ini diharamkan atas laki-laki dari
umatku.’”
Dan
dari Abu Umamah ra, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
‘Barangsiapa yang
memakai sutera di dunia maka dia tidak akan memakainya di akhirat.’”
Dari
Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, bahwa bahwa beliau melarang cincin emas.
Hadits-hadits
di atas dan juga atsar-atsar yang telah dikemukakan sebelumnya—dan
selainnya—menunjukkan haramnya emas dan perak bagi laki-laki, kecuali dalam
beberapa keadaan yang dikecualikan dari pengharaman ini, yaitu laki-laki
dibolehkan memakai sutera jika ia menderita gatal dan terganggu dengan gatal
tersebut. Dari Anas ra bahwa Nabi SAW memberi keringanan kepada ‘Abdurrahman
bin ‘Auf dan az-Zubair mengenakan gamis yang terbuat dari sutera karena gatal
yang diderita oleh keduanya.
Dibolehkan
pula memakai emas—untuk pengobatan—bagi laki-laki karena darurat, sebagaimana
yang terjadi pada ‘Arfajah ra. Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Tharfah bahwa
hidung kakeknya, ‘Arfajah bin As’ad terpotong dalam perang al-Kullab, maka ia
membuat hidung dari daun namun daun itu berbau dan mengganggunya, maka Nabi SAW
memerintahkan untuk menggantinya dengan hidung yang terbuat dari emas.
7. Laki-Laki Disunnahkan Memendekkan Pakaian dan
Wanita Memanjangkannya
Syari’at
Nabi Muhammad membedakan antara pakaian laki-laki dan pakaian wanita dalam
masalah panjang dan pendeknya. Syari’at membatasi untuk laki-laki apa yang ada
antara pertengahan betisnya hingga di atas kedua mata kaki, dan mengharuskan
wanita menutup kedua kakinya dan jangan ada sesuatu pun yang nampak darinya.
Hal itu karena satu bagian saja dari tubuh wanita adalah fitnah bagi laki-laki,
maka dari itu mereka diperintahkan menutup seluruhnya. Sedangkan bagi
laki-laki, mereka diperintahkan mengangkat pakaian mereka agar sifat sombong,
‘ujub dan angkuh tidak masuk ke dalam hati mereka, dimana dalam menjulurkan
pakaian terkandung kesenangan dan sikap bermewah-mewahan yang tidak sesuai
dengan tabi’at laki-laki.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Kain yang ada di
bawah mata kaki dari sarung maka tempatnya di neraka.”
Dan
dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Sarung (kain) seorang mukmin itu dari
pertengahan betis ke bawah hingga di atas mata kaki. Dan yang berada dibawah
itu maka tempatnya di neraka.”
Dan
dari Abu Dzarr ra, Dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tiga golongan yang Allah
tidak akan mengajaknya bicara pada hari kiamat, tidak melihat mereka dan tidak
pula mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih.” Abu Dzarr berkata,
“Rasulullah SAW mengucapkan tiga kali.” Abu Dzarr berkata, “Sungguh rugi mereka
itu. Siapa mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Al-musbil (yang
menyeret kainnya yang menutup mata kaki), al-mannan (yang selalu
menyebut-nyebut (mengungkit-ungkit) pemberian di hadapan orang yang dia beri)
dan orang yang membelanjakan barang dagangannya dengan sumpah palsu.”
Dari
Ummu Salamah—isteri Nabi SAW—ia bertanya kepada Rasulullah SAW ketika beliau
menyebutkan tentang al-izar (sarung), “Bagaimana dengan wanita wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia menurunkannya sejengkal.”
Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu kakinya masih tersingkap.” Beliau bersabda,
“Kalau begitu turunkan lagi ke bawah hingga satu hasta dan janganlah ia
menambahnya.”
8. Wanita Diharamkan Menampakkan Perhiasannya
Kecuali Kepada Mereka yang Memang Allah Kecualikan
Perhiasan
wanita itu berupa perhiasan zhahir (yang nampak) dan perhiasan batin (yang
tidak nampak). Allah Ta’ala berfirman:
Artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka . . . .”(An-Nuur:
31)
Firman Allah, “Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari
mereka,” yaitu pakaian yang nampak yang berlaku dalam adat kebiasaan yang
sering kali mereka kenakan jika pakaian tersebut bukan pakaian yang akan
menimbulkan fitnah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Sa’di, yaitu pakaian
zhahir. Kemudian Allah Ta’ala berfirman,”Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka,” yaitu yang bathin, kecuali kepada suami-suami mereka,
bapak-bapak dan anak-anak mereka . . . dan seterusnya. Pakaian bathin itu
seperti wajah, leher, perhiasan dan dua telapak tangan. Dari sini diketahui
bahwa wajah termasuk bagian dari perhiasan bathin yang haram bagi wanita
muslimah menampakkannya kecuali kepada mereka yang Allah kecualikan di dalam
ayat di atas.
Kemudian Allah berfirman,
“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan,” (An-Nuur: 31)
Yaitu janganlah mereka
memukulkan kaki-kaki mereka ke tanah agar perhiasan yang mereka kenakan itu
berbunyi, seperti gelang-gelang kaki dan selainnya, sehingga perhiasan yang
dimilikinya itu bisa diketahui, yang akhirnya menjadi wasilah (perantara)
kepada fitnah.
9. Diharamkan Memakai Pakaian yang Bersalib atau
Bergambar
Shalban
adalah benda yang bergambar salib, dan gambar disini adalah gambar makhluk
bernyawa. Nabi telah mengingkari ‘Aisyah Ummul Mukminin ra ketika ia membuatkan
bantal yang bergambar sesuatu yang bernyawa untuk beliau.
Diriwayatkan
dari al-Qasim, dari ‘Aisyah ra bahwa ia membeli bantal yang bergambar, maka
Nabi berdiri dipintu dan beliau tidak masuk, maka aku (‘Aisyah) berkata, “Aku
bertaubat kepada Allah atas dosa yang aku perbuat.” Beliau bertanya, “Bantal
apa itu?” ‘Aisyah menjawab, “(Bantal) untuk tempat dudukmu dan engkau
jadikan sandaran.” Beliau bersabda:
“Sesungguhnya pembuat
gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, akan dikatakan kepada
mereka,’Hidupkanlah oleh kalian apa yang telah kalian buat,’ dan sesungguhnya
malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang didalamnya terdapat gambar
(makhluk bernyawa).”
Imam an-Nawawi mengatakan, “Para
ulama mengatakan,’Sebab terhalangnya mereka (yaitu malaikat) dari rumah yang
didalamnya terdapat gambar karena keberadaannya adalah perbuatan maksiat yang
keji, dan didalamnya ada unsur penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah
Ta’ala, dan sebagian dari gambar tersebut adalah gambar yang disembah selain
Allah Ta’ala.’”
Dari
‘Imran bin Haththan bahwa ‘Aisyah ra menceritakan kepadanya, tidaklah Nabi
meninggalkan sesuatu pun di dalam rumahnya yang bertanda salib melainkan beliau
melepaskannya,”
Dari
dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, sangat jelaslah bagi kita akan
haramnya mengenakan pakaian yang bergambar makhluk bernyawa atau salib, dan
barangsiapa yang diuji dengan salah satu dari perkara tersebut maka hendaklah
ia bertakwa kepada Allah dan menghapusnya serta merubah perilakunya. Kemudian jika
mau ia bisa mengambil dan memanfaatkannya, sebagaimana yang dilakukan oleh
‘Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW tiba dari suatu perjalanan dan aku
telah memasang tirai di bagian atas lubang angin rumahku dengan kain tipis
bergambar makhluk bernyawa milikku. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau
merobeknya dan bersabda, ‘Manusia yang paling keras azabnya pada hari kiamat
adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah,’” ‘Aisyah
berkata, “Maka kami menjadikan kain tersebut satu atau dua bantal.”
10. Disunnahkan Mendahulukan yang Kanan Ketika
Mengenakan Pakaian dan Semisalnya
Dalilnya
adalah hadits ‘Aisyah, Ummul Mukminin ra, ia berkata, “Nabi suka mendahulukan
yang kanan ketika bersuci, menyisir dan memakai sandal.” Dalam riwayat Muslim
disebutkan, “Rasulullah SAW suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal,
menyisir dan bersuci.”
11. Sunnah Ketika Memakai Sandal
Seseorang
disunnahkan mendahulukan kaki kanan ketika memakai sandal kemudian kaki kiri
dan mendahulukan kaki kiri ketika melepasnya kemudian kaki kanan.
Sunnah
ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW
bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kalian memakai sandal hendaklah
ia mendahulukan kaki kanan, dan apabila ia melepasnya hendaklah ia mendahulukan
kaki kiri. Hendaklah kaki kanan yang didahulukan ketika memakainya dan
mengakhirkannya ketika melepasnya.’”
Dimakruhkan
bagi seorang muslim berjalan dengan memakai satu sandal. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila
tali sandal salah seorang di antara kalian putus maka janganlah ia berjalan
dengan mamakai satu sandal hingga ia memperbaikinya.”
Dan
hendaklah diketahui bahwa semua yang disebutkan hukumnya sebatas sunnah dan
tidak sampai derajat wajib, maka barangsiapa yang menghadapi suatu kejadian
sehingga sandal atau sepatunya putus, hendaklah ia berhenti hingga ia
memperbaiki sandalnya atau melepas sandal lainnya kemudian melanjutkan
perjalanannya. Seorang mukmin tidak sepatutnya menyelisihi larangan Nabi walaupun
hanya dalam perkara makruh yang tidak sampai diharamkan.
Hendaklah
seseorang membiasakan diri berjalan di atas petunjuk Nabi baik secara zhahir
maupun secara bathin dan meraih kemuliaan ittiba’ yang hakiki.
Ketahuilah
bahwa ulama menyebutkan beberapa sebab larangan Nabi berjalan dengan satu
sandal. Imam an-Nawawi berkata,”Ulama berkata,’Sebabnya karena hal itu
merupakan perkara yang buruk dan penghambat serta menyelisihi kewibawaan,
karena memakai satu sandal membuat kaki yang satu lebih tinggi dari yang
lainnya yang menyebabkannya susah berjalan atau bahkan tergelincir dan
selainnya.
12. Doa yang Diucapkan Ketika Memakai Sesuatu
yang Baru
Ada
beberapa doa yang disandarkan kepada Nabi yang beliau ucapkan ketika memakai
sesuatu yang baru, diantaranya:
a. Mengucapkan:
“Ya Allah, milik-Mu-lah
segala pujian, Engkaulah yang memakaikannya kepadaku, aku memohon kepada-Mu
kebaikan benda ini dan kebaikan yang dibuat karenanya, dan aku berlindung
kepada-Mu dari keburukan benda ini dan keburukan yang dibuat karenanya.”
Diriwayatkan
dari Abu Sa’id al-Khudri ra, ia berkata, “Apabila Rasulullah mendapat pakaian
beliau menamakannya dengan nama pakaian tersebut, baik itu berupa gamis atau
imamah kemudian beliau mengucapkan, ‘Allahumma lakal hamdu Anta kasutaniihi,
as’aluka min khairihi wa khairi maa shuni’a lahu, wa a’uudzu bika min syarrihi
wa syarri maa shuni’a lahu . . .’” (Al-hadits)
b. Mengucapkan:
“Segala puji bagi Allah
yang telah memakaikan pakaian ini kepadaku dan telah merizkikannya kepadaku
tanpa adanya usaha dariku dan tidak pula kekuatan.”
Diriwayatkan
dari Mu’adz bin Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memakan
makanan kemudian mengucapkan, ‘Alhamdulillaahi ath’amanii haadzath tha’aam
wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii walaa quwwatin (Segala puji bagi
Allah yang telah memberiku makanan ini dan memberikan rizki ini kepadaku tanpa
adanya usaha dariku dan tanpa kekuatan), ‘niscaya diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu (dan yang akan datang). Dan barangsiapa yang memakai pakaian dan
mengucapkan, ‘Alhamdulillaahi kasaanii haadzats tsaub wa razaqaniihi min
ghairi haulin minnii walaa quwwatin, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu dan (yang akan datang).’”
Orang yang memakai pakaian baru disunnahkan
mengucapkan:
a. Doa
“Pakailah
pakaian baru, hiduplah dengan mulia, dan matilah dalam keadaan syahid.”
b. Doa
“Kenakanlah sampai
lusuh, semoga Allah Ta’ala memberikan gantinya kepadamu.”
13. Disunnahkannya Mengenakan Pakaian Putih
(untuk Laki-Laki)
Masalah
ini diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW
bersabda:
‘Pakailah oleh kalian
pakaian berwarna putih karena pakaian putih adalah sebaik-baik pakaian kalian,
dan kafanilah jenazah-jenazah kalian dengan kain berwarna putih . . .’”
Dan
dari jalan Samurah bin Jundab ra, ia berkata,”Rasulullah SAW bersabda:
‘Pakailah oleh kalian
pakaian berwarna putih karena pakaian putih itu lebih suci dan lebih baik, dan
kafanilah jenazah-jenazah kalian dengan kain berwarna putih.’”
14. Cincin yang Dibolehkan bagi Laki-Laki
Laki-laki
dibolehkan memakai cincin perak, bukan cicin emas, karena emas diharamkan bagi
mereka. Dan tempat cicin disunnahkan di jari kelingking, berdasarkan hadits
yang diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata, “Nabi membuat sebuah cincin dan
beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kami membuat sebuah cincin dan kami membuat
ukiran padanya, hingga seseorang tidak lagi mengukir pada cincin tersebut.’”
Anas
berkata, “Maka sungguh aku melihat kilauannya di jari kelingking beliau.”
Dan
Nabi melarang seseorang memakai cincin dijari tengah dan jari telunjuk. Dari ‘Ali
ra, ia berkata, “Beliau (Nabi) melarang memakai cincin untuk memakainya di jari
kelingking dan dimakruhkan baginya memakai cincin tersebut di jari tengahdan
jari setelahnya dan bentuk kemakruhannya adalah makruh tanzih (makruh
yang sangat ditekankan untuk ditinggalkan).
15. Disunnahkan Memakai Wangi-Wangian
Wangi-wangian
termasuk perhiasan yang menenteramkan jiwa dan membangkitkan semangat, dan
Rasul kita adalah manusia yang paling wangi.
Anas
ra berkata, “Aku tidak pernah menyentuh kain sutera dan kain dibaj yang
lebih lembut dari telapak tangan Nabi, dan tidak pula aku pernah mencium bau
wangi atau bau semerbak yang lebih harum dari bau dan semerbak Nabi.
Dalam
riwayat ad-Darimi disebutkan, “Dan aku tidak sekali pun pernah mencium bau
wangi yang lebih harum bau wangi misk beliau dan tidak pula bau wangi yang
lainnya.”
Memakai
wangi-wangian adalah perkara yang mubah bagi laki-laki dan wanita dengan
batasan tertentu, akan tetapi wangi-wangian diharamkan bagi keduanya dalam
keadaan ihram ketika haji atau umrah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas ra secara marfu’ tentang sahabat yang terinjak oleh untanya, beliau
bersabda, “Jangan kalian memberinya wangi-wangian.”
Dan
berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar ra secara marfu’ tentang seseorang yang
menanyakan pakaian yang ia kenakan ketika ihram, maka beliau bersabda, “Janganlah
kalian memakai satu pun dari pakaian yang terkena aroma wangi za’faran dan
wangi al-wars.”
Dan
juga khusus bagi wanita, mereka dilarang memakai wangi-wangian pada dua
keadaan:
Keadaan
pertama, dalam keadaan muhaddah (ditinggal mati) oleh suaminya maka wanita
tidak boleh memakai wangi-wangian selama 4 bulan 10 hari berdasarkan hadits
Ummu ‘Athiyyah dan selainnya, ia berkata, “Dahulu kami dilarang membatasi waktu
berkabung di atas tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu 4 bulan 10
hari, kami tidak boleh memakai celak, memakai wangi-wangian, memakai pakaian
yang dicelup kecuali pakaian ‘ashab (pakaian dari serat sejenis
tumbuhan), dan telah diberikan keringanan untuk kami suci apabila salah seorang
dari kami mandi dari masa haidnya pada perasaan kisti azhfar, dan kami dilarang
mengiringi jenazah.
Keadaan
kedua, apabila seorang wanita mendatangi sebuah tempat yang disana ada
laki-laki asing, walaupun ia hanya melintas di jalan mereka dan mereka mencium
wangi wanita tadi, maka wanita tersebut masuk ke dalam larangan, dan keadaan
ini banyak diabaikan oleh kaum wanita dan mereka memudah-mudahkan hal ini,
padahal telah ada keterangan yang sangat jelas dalam sejumlah hadits dan adanya
ancaman keras tentang hal ini.
Berdasarkan
hadits Abu Musa al-Asy’ari ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
‘Wanita
mana saja yang memakai wangi-wangian dan melewati satu kaum yang mencium bau
wangi wanita tersebut maka dia adalah wanita pezina.’”
Dan
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Seorang
wanita menemuinya dan darinya ia mencium bau minyak wangi yang tertiup angin
dan juga pada ujung kainnya, maka Abu Hurairah berkata, ‘Wahai hamba al-Jabbar
apakah engkau datang dari masjid?’ Wanita itu menjawab, ‘Ya’. Abu Hurairah
berkata, ‘Sesungguhnya aku mendengar kekasihku Abul Qasim ra bersabda, ‘Tidak
diterima shalat wanita yang memakai wangi-wangian untuk datang ke masjid ini
hingga ia kembali dan mandi sebagaimana mandi janabah.’”
16. Sunnah Dalam Menyisir dan Mencukur Rambut
Disunnahkan
bagi laki-laki untuk menghias, membersihkan dan memperhatikan rambutnya, dan
dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah ra, ia
berkata, “Rasulullah SAW mendatangi kami untuk berziarah ke rumah kami,
tiba-tiba beliau melihat laki-laki yang rambutnya kusut, maka beliau bertanya,
‘Apakah ia tidak mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk menata rambut
kepalanya?’ Dan beliau melihat laki-laki yang berpakaian kotor, maka beliau
bertanya, ‘Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan
untuk mencuci bajunya?’”
Dan
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa
yang memiliki rambut maka hendaklah ia memuliakan rambutnya.”
Akan
tetapi rambut tersebut tidak dihias, dibersihkan dan dimuliakan secara
berlebihan yang keluar dari batasan yang masuk akal, sehingga lebih menyerupai
wanita. Karena berlebih-lebihan dalam menghias dan memperhatikan rambut
merupakan kekhususan wanita.
Adapun,
mencukur rambut, yang pertama harus diketahui bahwa yang paling utama adalah
membiarkan rambut dalam keadaan terurai hingga kedua daun telinga sebagaimana
rambut Nabi. Al-Bara bin ‘Azib ra berkata, “Nabi adalah seorang yang berpundak
lebar, jarak antara pundak beliau jauh, dan beliau memiliki rambut yang
mencapai daun telinga . . . (Al-hadits)
Dalam
riwayat Muslim disebutkan, “Rambut beliau sangat lebat jummahnya hingga
daun telinga beliau,”
Dan
mencukur rambut terkadang menjadi perkara yang wajib, atau haram, sunnah atau
mubah.
a.
Kewajiban
mencukur habis rambut: Apabila seseorang tengah menunaikan haji
dan umrah, dan orang yang melaksanakannya tidak memendekkan rambutnya, atau
tergolong penyerupaan kepada gaya rambut selain orang Islam . . . .
b.
Haramnya
mencukur rambut: Apabila tujuannya untuk beragama atau
beribadah selain ibadah haji dan umrah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
orang Shufi . . .
c.
Disunnahkan
mencukur rambut: Apabila seorang kafir masuk Islam, terlebih
lagi apabila rambutnya tebal. Atau apabila telah berlalu tujuh hari umur bayi
yang baru lahir, disunnahkan bagi walinya untuk mencukur rambut kepalanya dan
bershadaqah dengan ukuran timbangan rambut tersebut. Atau apabila rambut telah
sangat panjang yang telah melewati ukuran rambut Nabi. Disunnahkan pula
mencukur rambut kepala apabila orang yang mencukur menutup ketampanan yang
menjadi sumber fitnah, sama saja baik bagi laki-laki atau bagi wanita.
d.
Dibolehkan
mencukur rambut: Apabila seseorang tidak mampu
memperhatikannya karena sibuk dengan urusan-urusan lainnya dan urusan-urusan
tersebut lebih penting dari sekedar mencukur rambut. (Imam Ahmad berkata,
“Mencukur—dalam keadaan seperti ini—adalah Sunnah. Jika kami sanggup tentunya
kami akan mengamalkannya, akan tetapi mencukur memiliki tanggungan dan beban).
Dan dibolehkan mencukur rambut kepala dalam rangka pengobatan.
Perhatian: Sebagian pemuda mencukur
rambut mereka dengan mode yang dilarang oleh syari’at, yaitu mencukur sebagian
kepala dan membiarkan sebagian lainnya. Syari’at dan bahasa mnyebut mode
seperti ini dengan al-qara’.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra bahwa Rasulullah SAW
melarang qara’. Dan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Aku bertanya kepada
Nafi’, ‘Apa itu qaza’?’ Ia menjawab, ‘mencukur sebagian kepala anak kecil dan
membiarkan sebagian lainnya.’”
17. Melebatkan Jenggot dan Memotong Kumis bagi Laki-Laki
Sunnah
Rasulullah yang wajib diamalkan oleh laki-laki adalah melebatkan jenggot dan
membiarkannya tumbuh, serta memendekkan kumis dan mencukurnya.
Ini
bukanlah perkara yang lapang bagi kita sehingga kita boleh mengamalkan atau
meninggalkannya sesuka kita, bahkan ini adalah perkara yang pasti bagi kita,
maka kita wajib mengamalkan dan mentaatinya.
Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.”
Yaitu
tidak selayaknya dan tidak pantas bagi orang yang disifati dengan keimanan
melainkan bersegera menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, menjauhi larangan
keduanya, “Apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan satu perkara,” dari
perkara-perkara agama dan mewajibkan atau mengharuskannya, “Akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” Yaitu pilihan, apakah
mereka melaksanakan atau tidak. Bahkan seorang mukmin dan mukminah mengetahui
bahwa Rasul lebih utama untuk diikuti dibanding dirinya sendiri, maka janganlah
sebagian hawa nafsunya menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah dan
Rasul-Nya. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Sa’id.
Adapun
hadits-hadits dari Rasulullah SAW yang memerintahkan agar memelihara jenggot
dan memotong kumis sangatlah banyak, dan lafazh-lafazhnya pun bermacam-macam,
diantaranya:
“(Pelihara) panjangkanlah jenggot dan
pendekkanlah kumis.”
Dan lafazh lainnya:
“Habiskanlah kumis dan biarkanlah jenggot.”
Dalam lafazh lainnya:
(hadits)
“Selisihilah orang-orang musyik, cukurlah
kumis dan peliharalah jenggot.”
Dan di antaranya:
(hadits)
“Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot.
Dan selisihilah orang-orang Majusi.”
18. Disunnahkan Merubah Warna Uban Selain dengan
Warna Hitam
Orang yang rambut kepala dan
wajahnya telah beruban disunnahkan merubah warnanya dengan mencat, berdasarkan
sabda Nabi:
“Sesungguhnya
Yahudi dan Nasrani tidak mencat rambut-rambut mereka, maka selisihilah mereka.”
Akan tetapi hendaklah seseorang menjauhi
warna hitam, karena Nabi melarangnya. Pada tahun Fat-hu Makkah, ketika Abu
Quhafah didatangkan kepada beliau dan kepala dan jenggotnya telah berwarna
putih, maka Nabi bersabda:
(hadits)
“Rubahlah warna rambut
ini dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam.”
Sabda
Nabi, “Dan jauhilah warna hitam,” adalah nash yang pasti tentang
pengharaman. Maka warna putih dirubah dengan warna apa saja selain hitam, dan
larangan ini berlaku untuk laki-laki dan wanita dengan batasan yang sama.
19. Pembahasan Tentang Bercelak
Bercelak
untuk wanita sebagai perhiasan, dan untuk laki-laki dan wanita sebagai
pengobatan yang bermanfaat. Orang-orang Arab dulu menjadikannya sebagai
pengobatan dari penyakit radang mata.
Dalam
hadits Ummu ‘Athiyyah ra di sebutkan tentang wanita yang ditinggal mati
suaminya yang mengeluhkan matanya, maka para sahabat menyampaikan hal tersebut
kepada Nabi dan mereka pun menyebutkan tentang celak sebagai pengobatan
untuknya.
Dan
disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
(hadits)
‘Pakailah pakaian kalian
yang putih karena ia adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah
jenazah-jenazah kalian dengannya, dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian
adalah ismid, karena ia membuat penglihatan kalian menjadi terang dan
menumbuhkan rambut.’”
Disunnahkan
ketika memakainya dengan bilangan witir (ganjil), yaitu bercelak pada mata
kanan tiga kali dan pada mata kiri tiga kali, atau pada mata kanan dua kali dan
mata kiri satu kali yang semuanya menjadi ganjil, atau kebalikannya, atau lebih
banyak lagi asalkan jumlahnya ganjil. Dan Ibnu Hajar menguatkan pendapat
pertama.
20. Perhiasan yang Diharamkan atas Wanita
Allah
membolehkan wanita menjadikan beberapa perkara sebagai perhiasan (penghias),
seperti celak, wangi-wangian, daun pacar dan semisalnya dari hal-hal yang
digunakan oleh wanita untuk berhias. Dan Allah mengharamkan kepada mereka
beberapa perkara yang wanita jadikan sebagai penghias, dan dia pada hakikatnya
tidak sampai merubah ciptaan Allah yang telah Allah ciptakan atasnya, seperti al-wasyam
(tato), an-namash (mencabut rambut dari wajah), at-tafalluj agar
terlihat bagus, dan al-washal.
BAB III
PENUTUP
Aurat adalah bagian tubuh
yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan. sedangkan pakaian adalah yang
menutup aurat, yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang dipakai untuk
berhias secara zhahir. Fungsi pakaian diantaranya: untuk menutup aurat, untuk
memperjelas identitas agar orang mudah dikenal, untuk memelihara manusia dari
panas matahari, dan untuk menjaga kaum perempuan sendiri dari gangguan
laki-laki iseng yang akan menjahatinya
Adapun adab-adab mengenakan pakaian dan
berhias diantaranya:
·
Wajib menutup aurat
·
Laki-laki diharamkan
menyerupai wanita dan begitu juga wanita diharamkan menyerupai laki-laki
·
Disunnahkan menampakkan
nikmat Allah dalam berpakaian dan yang lainnya
·
Diharam menyeret kain
(menjulurkannya melebihi mata kaki) karena sombong
·
Diharam pakaian syuhrah
(pakaian kebesaran agar seseorang menjadi terkenal karena pakaian tersebut)
·
Diharam emas dan sutera
bagi laki-laki, kecuali karena udzur
·
Laki-laki disunnahkan
memendekkan pakaian dan wanita memanjangkannya
·
Wanita diharamkan
menampakkan perhiasannya kecuali kepada mereka yang memang Allah kecualikan
·
Diharamkan memakai pakaian
yang bersalib atau bergambar
·
Ketika memakai sesuatu yang
baru berdoa
·
Disunnahkannya mengenakan
pakaian putih (untuk laki-laki)
·
Cincin perak dibolehkan
bagi laki-laki
·
Disunnahkan memakai
wangi-wangian
·
Disunnahkan merubah warna
uban selain dengan warna hitam
·
Bercelak bagi wanita boleh
untuk berhias sedang untuk laki-laki untuk pengobatan
·
Perhiasan yang diharamkan
atas wanita adalah yang merubahciptaan Allah
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Sahrur, Metodologi Fiqh
Islam Kontenporer, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm.485-486.
Juwariyah,
Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 89-91.
Fuad
bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Kumpulan Abad Islami Etika Seorang Muslim
Sehari-hari, (Jakarta: Griya Ilmu, 2015) cetakan ketiga, hlm. 350-352.
[1]
Muhammad Sahrur, Metodologi Fiqh
Islam Kontenporer, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm.485-486.
[2]
Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 89-91.
[3]
Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub, Kumpulan Abad Islami Etika Seorang Muslim
Sehari-hari, (Jakarta: Griya Ilmu, 2015) cetakan ketiga, hlm. 350-352.
Sands Casino and Hotel | Las Vegas, NV
BalasHapusThe Sands Casino Hotel is febcasino located on the Las Vegas Strip and steps from Sands Convention 샌즈카지노 Center. This hotel offers 1,590 rooms and 제왕카지노 suites.